Artikel ini merupakan awal rangkaian tulisan mengenai penerapan kebijakan moneter dibeberapa negara maju, termasuk bagaimana kebijakan tersebut menjawab berbagai persoalan ekonomi yang menerpa negara-negara tersebut.
Pertama kita akan mereview sejenak pemikiran John Maynard Keynes, yang dikenal memiliki sudut pandang yang condong ke kebijakan fiskal (fiscalist), selanjutnya kita sebut Keynesian. Lantas dari sudut yang berbeda, kita juga akan mempelajari pokok pikiran Milton Friedman, yang dikenal sebagai penganut monetarian (monetarist).
Secara mendasar terdapat tiga prinsip dalam pandangan Keynesian. Berikut akan kita ulas secara ringkas.
Pertama, agregat permintaan dipengaruhi oleh berbagai keputusan ekonomi, baik dari sektor privat maupun publik. Keynesian cenderung mendorong perekonomian yang digerakkan oleh sektor privat dengan sedikit campur tangan pemerintah.
Kemudian harga dan upah pada khususnya, cenderung memiliki respon yang lambat terhadap permintaan dan penawaran, akibatnya dalam jangka waktu tertentu dan secara periodik bisa menjadi penyebab defisit dan surplus.
Perubahan pada agregat permintaan memiliki efek jangka pendek yang besar terhadap pengeluaran riil (output) dan tingkat tenaga kerja (employment), tetapi tidak pada harga. Karena Keynesian percaya bahwa harga itu rigid, maka fluktuasi pada konsumsi, investasi, dan government spending menyebabkan perubahan pada output.
Penekanan pada government spending, konsumsi dan investasi ini yang kemudian menjadi bahan perdebatan dengan kaum monetarist. Keynesian juga berpandangan bahwa peredaran uang (money supply) diragukan mampu memberikan solusi atas isu-isu ekonomi (pada masa itu) (Jahan, Mahmud, and Papageorgiou. What is Keynesian Economics?, Finance & Development, September 2014).
Pandangan Keynesian sendiri berkembang pesat pada masa perang dunia kedua hingga era 1970’an, yakni pada saat perekonomian dunia mengalami seret pertumbuhan (stagflation).
Disisi lain, jumlah peredaran uang dalam perekonomian menjadi fokus pandangan kaum monetarist. Lebih jauh, mereka yakin bahwa peredaran uang, sebagai pondasi kebijakan moneter, adalah penentu utama penggerak perekonomian dunia. Dalam pratiknya, kebijakan moneter menggunakan instrumen suku bunga (dalam hal ini suku bunga bank sentral) sebagai sarana untuk menyesuaikan jumlah peredaraan uang di pasar.
Selanjutnya kita akan mereview pemikiran ekonom lain, yakni Milton Friedman, dalam karyanya The Role of Monetary Policy. Pada pandangan awalnya, Friedman menegaskan dua hal yang tidak bisa dilakukan oleh kebijakan moneter, yakni menetapkan suku bunga tetap lebih dari satu periode tertentu (pegging), serta tidak bisa menjaga tingkat pengangguran (unemployment) pada level yang sama lebih dari satu masa tertentu.
Untuk pendapat yang pertama, argumennya berupa pemisalan apabila bank sentral ingin menjaga tingkat suku bunga rendah dengan membeli obligasi (dengan kata lain menambah jumlah uang beredar di pasar). Bertambahnya jumlah uang beredar akan mengakibatkan menurunnya tingkat suku bunga.
Walaupun demikian, menurunnya tingkat suku bunga ini diyakini hanya sementara saja, sebab pada tataran praktis, semakin banyak uang beredar, artinya semakin banyak pelaku ekonomi memegang uang, dengan demikian semakin besar pula kemungkinan untuk membelanjakan uang tersebut.
Karena jumlah pendapatan yang dibelanjakan (disposable income) meningkat lebih besar dibandingkan dengan supply produk yang ada di pasaran, maka pada gilirannya akan mengerek harga barang konsumsi (hukum permintaan-penawaran: semakin tinggi permintaan sementara penawaran tetap, cenderung akan meningkatkan harga). Pada akhirnya, kenaikan harga ini akan mengurangi jumlah uang beredar di pasar, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh juga terhadap besarnya tingkat suku bunga.
Sedangkan untuk pendapat kedua, argumennya tidak jauh berbeda dengan argumen yang disebutkan diatas. Intinya bahwa pelaksanaan kebijakan moneter memiliki pengaruh yang bersifat sementara (temporary trade-off) terhadap harga dan tingkat pengangguran.
Dalam studi yang sama, Friedman menyebutkan beberapa fungsi kebijakan moneter. Berikut kita rangkum fungsi-fungsi tersebut. Fungsi pertama kebijakan moneter adalah menjaga persediaan uang dari kendala tertentu, fungsi berikutnya adalah untuk menjaga stabilitas perekonomian, dan fungsi yang lain adalah untuk menetralisir bila ada gangguan terhadap perekonomian domestik (Friedman, M. The Role of Monetary Policy, The American Economic Review, March 1968).
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa dalam perkembangan ekonomi modern saat ini, isu pertentangan antara penerapan kebijakan fiskal dan moneter relatif sudah tidak lagi relevan untuk diperdebatkan. Untuk artikel mendatang kita akan melihat penerapan kebijakan moneter beberapa negara yang dampaknya ikut memberi pengaruh terhadap arah perekonomian dunia. **
ARTIKEL TERKAIT :
Seputar Terbentuknya Bank Dunia (the World Bank)
Sejarah Terbentuknya The International Monetary Fund (IMF): misi dan kontroversi
Sejarah Perkembangan Bank Sentral Eropa (the European Central Bank)
Sejarah Berdirinya Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve)
Pertama kita akan mereview sejenak pemikiran John Maynard Keynes, yang dikenal memiliki sudut pandang yang condong ke kebijakan fiskal (fiscalist), selanjutnya kita sebut Keynesian. Lantas dari sudut yang berbeda, kita juga akan mempelajari pokok pikiran Milton Friedman, yang dikenal sebagai penganut monetarian (monetarist).
Secara mendasar terdapat tiga prinsip dalam pandangan Keynesian. Berikut akan kita ulas secara ringkas.
Pertama, agregat permintaan dipengaruhi oleh berbagai keputusan ekonomi, baik dari sektor privat maupun publik. Keynesian cenderung mendorong perekonomian yang digerakkan oleh sektor privat dengan sedikit campur tangan pemerintah.
Kemudian harga dan upah pada khususnya, cenderung memiliki respon yang lambat terhadap permintaan dan penawaran, akibatnya dalam jangka waktu tertentu dan secara periodik bisa menjadi penyebab defisit dan surplus.
Perubahan pada agregat permintaan memiliki efek jangka pendek yang besar terhadap pengeluaran riil (output) dan tingkat tenaga kerja (employment), tetapi tidak pada harga. Karena Keynesian percaya bahwa harga itu rigid, maka fluktuasi pada konsumsi, investasi, dan government spending menyebabkan perubahan pada output.
Penekanan pada government spending, konsumsi dan investasi ini yang kemudian menjadi bahan perdebatan dengan kaum monetarist. Keynesian juga berpandangan bahwa peredaran uang (money supply) diragukan mampu memberikan solusi atas isu-isu ekonomi (pada masa itu) (Jahan, Mahmud, and Papageorgiou. What is Keynesian Economics?, Finance & Development, September 2014).
Pandangan Keynesian sendiri berkembang pesat pada masa perang dunia kedua hingga era 1970’an, yakni pada saat perekonomian dunia mengalami seret pertumbuhan (stagflation).
Disisi lain, jumlah peredaran uang dalam perekonomian menjadi fokus pandangan kaum monetarist. Lebih jauh, mereka yakin bahwa peredaran uang, sebagai pondasi kebijakan moneter, adalah penentu utama penggerak perekonomian dunia. Dalam pratiknya, kebijakan moneter menggunakan instrumen suku bunga (dalam hal ini suku bunga bank sentral) sebagai sarana untuk menyesuaikan jumlah peredaraan uang di pasar.
Selanjutnya kita akan mereview pemikiran ekonom lain, yakni Milton Friedman, dalam karyanya The Role of Monetary Policy. Pada pandangan awalnya, Friedman menegaskan dua hal yang tidak bisa dilakukan oleh kebijakan moneter, yakni menetapkan suku bunga tetap lebih dari satu periode tertentu (pegging), serta tidak bisa menjaga tingkat pengangguran (unemployment) pada level yang sama lebih dari satu masa tertentu.
Untuk pendapat yang pertama, argumennya berupa pemisalan apabila bank sentral ingin menjaga tingkat suku bunga rendah dengan membeli obligasi (dengan kata lain menambah jumlah uang beredar di pasar). Bertambahnya jumlah uang beredar akan mengakibatkan menurunnya tingkat suku bunga.
Walaupun demikian, menurunnya tingkat suku bunga ini diyakini hanya sementara saja, sebab pada tataran praktis, semakin banyak uang beredar, artinya semakin banyak pelaku ekonomi memegang uang, dengan demikian semakin besar pula kemungkinan untuk membelanjakan uang tersebut.
Karena jumlah pendapatan yang dibelanjakan (disposable income) meningkat lebih besar dibandingkan dengan supply produk yang ada di pasaran, maka pada gilirannya akan mengerek harga barang konsumsi (hukum permintaan-penawaran: semakin tinggi permintaan sementara penawaran tetap, cenderung akan meningkatkan harga). Pada akhirnya, kenaikan harga ini akan mengurangi jumlah uang beredar di pasar, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh juga terhadap besarnya tingkat suku bunga.
Sedangkan untuk pendapat kedua, argumennya tidak jauh berbeda dengan argumen yang disebutkan diatas. Intinya bahwa pelaksanaan kebijakan moneter memiliki pengaruh yang bersifat sementara (temporary trade-off) terhadap harga dan tingkat pengangguran.
Dalam studi yang sama, Friedman menyebutkan beberapa fungsi kebijakan moneter. Berikut kita rangkum fungsi-fungsi tersebut. Fungsi pertama kebijakan moneter adalah menjaga persediaan uang dari kendala tertentu, fungsi berikutnya adalah untuk menjaga stabilitas perekonomian, dan fungsi yang lain adalah untuk menetralisir bila ada gangguan terhadap perekonomian domestik (Friedman, M. The Role of Monetary Policy, The American Economic Review, March 1968).
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa dalam perkembangan ekonomi modern saat ini, isu pertentangan antara penerapan kebijakan fiskal dan moneter relatif sudah tidak lagi relevan untuk diperdebatkan. Untuk artikel mendatang kita akan melihat penerapan kebijakan moneter beberapa negara yang dampaknya ikut memberi pengaruh terhadap arah perekonomian dunia. **
ARTIKEL TERKAIT :
Seputar Terbentuknya Bank Dunia (the World Bank)
Sejarah Terbentuknya The International Monetary Fund (IMF): misi dan kontroversi
Sejarah Perkembangan Bank Sentral Eropa (the European Central Bank)
Sejarah Berdirinya Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar