Peran dan Tantangan Industri FinTech (Financial Technology) dalam Perekonomian

Dalam beberapa tahun terakhir, industri FinTech (Financial Technology) berkembang begitu pesat, terutama berkat dukungan akses internet yang semakin cepat, kemampuan mobile devices (smartphone, tablet) yang kian canggih, serta biaya penggunaan data internet yang semakin kompetitif. Tulisan ini akan mengupas peran dan tantangan industri FinTech dalam perekonomian.

Peran dan Tantangan Industri FinTech (Financial Technology) bagi Perekonomian
Istilah FinTech diterjemahkan secara beragam. World Economic Forum (WEF) menggambarkan FinTech sebagai pemanfaatan teknologi dan model bisnis inovatif dalam sektor keuangan.

Sementara the Financial Stability Board (FSB) menyatakan FinTech sebagai inovasi di sektor keuangan melalui pemanfaatan teknologi yang menghasilkan model bisnis baru. Adapun layanan yang ditawarkan antara lain berupa simpan-pinjam (loan and deposit), investasi, dan pembayaran elektronik (e-payment) (www.fsb.org).



Disisi lain, Alliance for Financial Inclusion (AFI) menggunakan istilah Digital Financial Services (DFS) yang merujuk pada jasa layanan finansial yang diakses dan dikirim melalui media digital, seperti internet, mobile phone, chips, serta kartu elektronik. Adapun yang termasuk dalam jasa layanan tersebut antara lain pembayaran transaksi, pengajuan kredit, simpanan, penukaran mata uang, asuransi, serta jasa keuangan lainnya (www.afi-global.org).

Dari berbagai definisi mengenai FinTech, setidaknya terdapat dua hal yang menjadi benang-merah, yakni:
  1. pemanfaatan teknologi.
  2. layanan di sektor keuangan.
Lebih lanjut, data mencatat bahwa total investasi global di industri FinTech pada 2008 hanya berkisar diangka US$ 100 juta. Angka ini melejit menjadi US$ 19 miliar di 2015, dan meningkat hingga US$ 25 miliar di 2016.

Ada berbagai faktor yang mendorong perkembangan industri FinTech, antara lain:
  1. Perubahan pola pikir konsumen. Konsumen, terutama generasi milenial, cenderung menginginkan akses yang bersifat personal dan memudahkan dalam pemenuhan kebutuhan finansial. Alhasil, mereka tidak bergantung pada institusi keuangan konvensional yang terlampau ketat dalam aturan-aturan (industri perbankan, asuransi, dan sebagainya); sementara dengan tersedianya beragam layanan keuangan berbasis internet membuat konsumen memiliki banyak pilihan.
  2. Kemajuan dunia digital dan perangkat smartphone. Perkembangan teknologi memungkinkan siapa saja memiliki perangkat mobile yang canggih dan melakukan transaksi melalui perangkat tersebut.
  3. Perubahan trend yang sangat cepat. Persaingan industri di era digitalisasi terbilang ketat; oleh karenanya, inovasi dan adaptasi mesti dilakukan secara terus-menerus. Ini mendorong terjadinya percepatan dalam perubahan trend.
  4. Menurunnya loyalitas terhadap institusi atau merk. Generasi milenial semakin mampu menyerap pengetahuan dengan cepat. Mereka menjadi lebih berhati-hati terhadap tawaran-tawaran produk/jasa yang tersedia.
  5. Akses yang semakin mudah. Faktanya, saat ini transaksi antar negara bisa dilakukan dimana saja melalui perangkat mobile. Ini sekaligus membantu perkembangan industri kreatif berbasis teknologi, sekaligus membuka pasar yang lebih luas.
  6. Penawaran produk/jasa keuangan yang lebih menguntungkan. Tidak sedikit industri FinTech menawarkan berbagai keuntungan dalam menarik konsumen. Hal ini memicu persaingan di industri FinTech menjadi semakin kompetitif.
  7. Kebijakan yang mendukung. Dukungan kebijakan strategis dari otoritas keuangan (negara) merupakan kunci penting dalam mendorong dan memajukan industri FinTech.
Selain keunggulan-keunggulan yang dimiliki, terdapat risiko dan tantangan dalam industri FinTech yang harus menjadi perhatian. Berikut rangkuman beberapa studi mengenai hal tersebut.

Departemen Keuangan Amerika Serikat (U.S. Department of the Treasury).

Dalam laporannya, Departemen Keuangan Amerika Serikat menyatakan bahwa sistem layanan pinjaman online hanya membutuhkan waktu 48-72 jam sebelum disetujui. Cepatnya waktu persetujuan tersebut membawa risiko, baik bagi konsumen maupun penyedia layanan pinjaman.

Oleh karena itu, hal-hal yang terkait dengan stabilitas keuangan, regulasi, ketaatan dan keterbukaan informasi, serta kompetisi yang sehat dan pengembangan industri, harus menjadi perhatian otoritas keuangan. Hal ini menjadi penting karena menyangkut perlindungan konsumen, perlindungan usaha mikro, keamanan siber (cyber security), serta pencegahan upaya fraud dan money laundering.

U.S. Treasury juga merekomendasikan beberapa poin:
  • perlindungan konsumen dan usaha mikro melalui pemantauan efektif terhadap jasa layanan FinTech.
  • mempromosikan transparansi, baik dari sisi investor maupun konsumen, antara lain melalui transaksi dan pembukuan yang tervalidasi.
  • penerapan regulasi yang mensyaratkan keterbukaan informasi serta verifikasi data keuangan.
(U.S. Department of the Treasury. Opportunities and Challenges in Online Marketplace Lending, May 10, 2016).

World Economic Forum (WEF).

WEF mengungkap bahwa kemajuan teknologi mampu mendorong perkembangan industri FinTech dalam hal:
  • pengembangan inovasi di hampir setiap elemen dalam industri finansial. Hal ini bisa menjadikan industri FinTech sebagai model bisnis yang mandiri maupun sebagai bagian integral dari sistem finansial yang lebih besar.
  • kemampuan FinTech dalam menerjemahkan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan beragam layanan keuangan yang tersedia.
Namun demikian, industri FinTech juga memiliki tantangan besar, diantaranya:
  • potensi konsumen untuk berpindah ke sistem baru masih perlu diuji. Hal ini berkaitan dengan cost-benefit layanan finansial dari perspektif konsumen.
  • sampai dengan saat ini, sebagian besar industri FinTech masih berusaha menemukan ekosistem keuangan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
(World Economic Forum. Beyond Fintech: A Pragmatic Assessment Of Disruptive Potential In Financial Services, August 2017).

Financial Stability Board (FSB).

FSB menekankan pentingnya memperhatikan manfaat dan risiko perkembangan FinTech, terutama terkait regulasi yang mengatur industri tersebut.

Untuk itu, otoritas keuangan sudah selayaknya menerapkan hal-hal sebagai berikut:
  • mengelola risiko operasional. Otoritas keuangan mesti mengawasi kerangka kerja sistem keuangan FinTech, termasuk didalamnya adalah investor, modal, serta institusi yang bekerjasama dengan industri tersebut.
  • mitigasi risiko siber (cyber risk). Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kejahatan dunia maya (cyber crime) yang berpotensi mengancam keamanan data.
  • mengawasi stabilitas sektor finansial secara menyeluruh. Otoritas keuangan harus menjaga stabilitas sektor keuangan, sehingga kehadiran FinTech tidak malah menjadi ancaman.
(Financial Stability Board. Financial Stability Implications form FinTech, 27 June 2017).

Sebagai penutup, kemajuan teknologi mampu melahirkan inovasi yang terwujud dalam industri financial technology (FinTech), yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan institusi keuangan konvensional; namun demikian, industri FinTech juga menghadapi kendala dan tantangan yang harus diatasi. **



ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Revolusi Industri 4.0 (Industrial Revolution 4.0) dan Tantangan ke Depan
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy)
Mengenal Konsep Cashless Society

Tidak ada komentar:

Posting Komentar