Memahami Konsep Money Laundering

Money Laundering merupakan tindak kriminal serius dan termasuk dalam kejahatan transnasional. Banyaknya negara yang bekerjasama dalam memberantas aktivitas pencucian uang menjadi bukti besarnya dampak buruk yang diakibatkan olehnya.

Memahami Konsep Money Laundering
Dalam artikel ini kita akan memahami gambaran umum tindak kejahatan pencucian uang.

1. PENGERTIAN MONEY LAUNDERING.

Organisasi Kepolisian International (Interpol) mendefinisikan money laundering sebagai: “any act or attempted act to conceal or disguise the identity of illegally obtained proceeds so that they appear to have originated from legitimate sources.” (www.interpol.int. Money laundering, dikutip pada Senin, 18 April 2016).



Dari definisi diatas bisa dikatakan jika aktivitas pencucian uang merupakan tindakan atau upaya yang dilakukan dengan sengaja, untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta/pendapatan yang diperoleh secara melawan hukum, sehingga seolah-olah berasal dari sumber yang sah.

Ada tiga faktor penting yang terkandung dalam pengertian diatas, yakni:
  • tindakan dilakukan dengan sengaja.
  • tindakan tersebut berupa menyembunyikan atau menyamarkan harta/pendapatan.
  • harta/pendapatan tersebut diperoleh dari perbuatan melanggar hukum.

Interpol juga menyebutkan jika dana yang diperoleh dari tindak kejahatan itu biasanya ‘dicuci’ melalui transfer ke wilayah atau negara lain, dengan cara mendirikan perusahaan cangkang (shell companies), melalui jasa perantara atau jasa transfer uang.

Shell company sendiri merupakan entitas usaha atau korporasi yang tidak memiliki wujud fisik, pegawai, serta tanpa aktivitas usaha; dengan kata lain, entitas usaha tersebut hanya rekayasa semata. Entitas ini juga sering disebut dengan istilah Mailbox/Letterbox company (www.transparency.org. Anti-corruption Glossary: Shell Company, dikutip pada Senin, 18 April 2016).

Studi lain menyebutkan jika harta/pendapatan yang diperoleh tidak mesti berasal dari tindak kejahatan; artinya bisa saja harta/pendapatan tersebut diperoleh tanpa melakukan pelanggaran hukum, tetapi disembunyikan dengan maksud untuk menghindari kewajiban membayar pajak, atau lebih dikenal dengan istilah tax evasion (Crime and Misconduct Commision. Background intelligence brief: Money laundering, Queensland, July 2005).

Menurut studi tersebut, istilah money laundering pada awalnya berasal dari sekelompok mafia yang memiliki usaha mesin pencucian baju otomatis (laundromats), di Amerika Serikat pada era 1930’an.

Mafia ini sebenarnya memperoleh pendapatan dari usaha perjudian, prostitusi, pemerasan, dan penyelundupan minuman keras; namun untuk menyamarkan hasil kejahatan tersebut, maka didirikanlah usaha laundromats.

Penggunaan istilah laundromats sendiri (entah disengaja atau tidak) merupakan suatu analogi yang tepat, yakni ketika sesuatu yang kotor/ilegal dimasukkan dalam sebuah mesin untuk dicuci, sehingga setelah selesai didapatkan hasil yang bersih.

Sebagai catatan, dalam kajian ilmu ekonomi, kegiatan ilegal bermotif ekonomi seperti penyelundupan, perjudian, perdagangan obat-obatan terlarang dan minuman keras, pada dasarnya termasuk dalam aktivitas shadow economy.

Sumber pendapatan lain yang juga sering menjadi dasar tindakan money laundering adalah yang diperoleh dari tindakan pemerasan dan korupsi. Kejahatan ini terjadi karena adanya unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Dalam ilmu kriminologi, kejahatan ini dikenal dengan istilah white-collar crime atau white-collar criminality, dimana kejahatan yang dilakukan cenderung tanpa disertai kekerasan fisik, melainkan lebih pada motif finansial.

Kejahatan ini pada umumnya dilakukan oleh otoritas bisnis atau pemangku jabatan negara (Sutherland, E. White-Collar Criminality, the American Sociological Review, Vol. 5 February 1940).

Selain kegiatan diatas, ada pula aktivitas lain yang memanfaatkan pola money laundering, yakni tindakan kriminal yang dilakukan oleh kelompok teroris; karena untuk melancarkan serangan teror dibutuhkan dana yang tidak sedikit, biasanya kelompok teroris menyembunyikan terlebih dahulu modal yang akan digunakan untuk menyerang sasaran.

2. MOTIF TINDAKAN PENCUCIAN UANG.

Terdapat beberapa motif yang mendasari kegiatan money laundering, diantaranya:
  • menyembunyikan kekayaan. Salah satu tujuan money laundering adalah untuk menghindari pemeriksaan dari otoritas berwenang atau pihak lain, dalam kaitannya dengan kepentingan pribadi/bisnis.
  • menghindari tuntutan atau dakwaan. Pelaku kejahatan ini berusaha untuk ‘menjauhkan’ hasil kejahatannya, agar tidak terkena tuntutan atau dakwaan.
  • mengemplang pajak. Dalam hal ini, pelaku dengan sengaja menyembunyikan hartanya supaya tidak terkena kewajiban membayar pajak.
  • meningkatkan keuntungan. Melalui instrumen investasi, pelaku bermaksud meningkatkan pundi-pundi hartanya.
  • melegitimasi hasil kejahatan. Pelaku menggunakan hasil kejahatan dengan cara mendirikan entitas usaha atau kegiatan bisnis secara legal.

3. POLA PRAKTIK MONEY LAUNDERING.

Dalam praktiknya, kegiatan money laundering melewati tiga langkah operasional. Berikut penjelasannya.

1. Placement atau Penempatan.

Tindakan awal dari proses pencucian uang adalah penempatan, yakni saat masuknya uang (cash) kedalam sistem finansial.

Dititik ini, pergerakan uang sangat rawan untuk dideteksi; maka untuk menghindarinya, teknik yang biasa dilakukan adalah dengan memecah jumlah uang menjadi satuan yang lebih kecil.

Cara lain adalah dengan menempatkan uang kedalam instrumen penyimpanan uang yang berbeda-beda, bisa dalam bentuk cek, deposito, dan sebagainya.

2. Layering atau Pemindahan/Pengubahan Aset.

Aktivitas ini dilakukan untuk ‘menjauhkan’ uang yang diperoleh dari tindak kejahatan.

Adapun tekniknya bisa dengan cara membeli aset/instrumen investasi, atau dengan menyebar uang melalui pembukaan rekening bank di beberapa negara.

Perlu diketahui bahwa beberapa wilayah/negara memiliki yurisdiksi (secrecy jurisdiction) untuk merahasiakan identitas investor serta menawarkan pajak yang sangat ringan, sehingga dijadikan tempat suaka pajak (dikenal dengan istilah tax havens).

Secara umum, tax havens merupakan wilayah tertentu dalam suatu negara yang menyediakan fasilitas penampungan aset/investasi asing tanpa adanya beban pajak atau dengan sedikit kewajiban membayar pajak (www.taxjustice.net. Tax Havens, dikutip pada Senin, 18 April 2016).

3. Integration atau Pengintegrasian.

Ini merupakan langkah paripurna dari tindakan pencucian uang, dimana uang hasil kejahatan telah ‘tercuci dengan bersih’, dan masuk kedalam sistem ekonomi.

Wujud dari aktivitas ini bisa berupa usaha di sektor properti (perumahan, apartemen), bisnis jual-beli kendaraan, investasi pada perhiasan berharga, logam mulia, benda antik, dan lain-lain.

Integrasi juga bisa mengambil bentuk penyertaan atau kepemilikan saham pada perusahaan yang beroperasi secara legal. Pada titik ini, unsur kejahatan sangat sulit untuk dideteksi.
(Molander, Mussington, and Wilson. Cyberpayments and money laundering: problems and promise, 1998).

Persoalan money laundering termasuk kejahatan yang kompleks, karena melibatkan institusi keuangan, baik yang berskala kecil maupun besar, serta yang berbentuk lembaga perbankan maupun non-bank.

Perlawanan terhadap kejahatan money laundering sesungguhnya dilakukan dengan serius, salah satunya melalui kerjasama kelompok G7 (the Group of Seven), melalui satuan tugas FATF (the Financial Action Task Force).

Ulasan terkait perlawanan terhadap kejahatan pencucian uang dibahas tersendiri dalam artikel Upaya Memberantas Tindak Kejahatan Pencucian Uang (Anti-Money Laundering).

Demikian uraian tentang seluk-beluk tindak kejahatan pencucian uang. **



ARTIKEL TERKAIT :
Tinjauan tentang Modal Sosial (Social Capital) serta Kaitannya dengan Ekonomi dan Pembangunan
Teori dan Konsep Dasar Negara Kesejahteraan (Welfare State)
Upaya Memberantas Tindak Kejahatan Pencucian Uang (Anti-Money Laundering)
Menimbang Efektivitas Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar