Peran Keluarga Berencana (Family Planning) dalam Upaya Mengendalikan Populasi

Salah satu upaya menekan laju pertumbuhan populasi adalah dengan membatasi angka kelahiran (birth rate). Untuk itu sejak beberapa dekade silam diperkenalkan suatu agenda yang disebut Program Keluarga Berencana (Family Planning Program). Program ini diharapkan mampu berperan dalam mengendalikan jumlah penduduk global yang terus bertambah. Artikel ini bertujuan mereview manfaat keluarga berencana berikut tantangan-tantangannya.

Peran Keluarga Berencana (Family Planning) dalam Upaya Mengendalikan Populasi
Menilik sejarahnya, disekitar 1960’an, beberapa organisasi nirlaba, institusi pembangunan internasional, dan pemerintah dari negara-negara berkembang mengungkapkan keprihatinan atas dampak negatif dari pertumbuhan populasi yang sangat cepat pada saat itu. Pernyataan tersebut muncul akibat tidak efektifnya program pengendalian angka kelahiran dalam menekan laju pertumbuhan penduduk.

Oleh karena itu, setelah melalui berbagai diskusi dan penelitian, diciptakanlah suatu program baru yang di kemudian hari dikenal dengan nama program keluarga berencana.



Tujuan program ini bukan lagi sekadar menekan angka kelahiran, namun juga untuk meningkatkan standar kelayakan hidup dan kesejahteraan keluarga, meningkatkan produktivitas ekonomi, serta menjaga kelestarian sumberdaya dan lingkungan (Seltzer, J. The Origins and Evolution of Family Planning Programs in Developing Countries, 2002).

Tujuan-tujuan diatas bisa dijabarkan sebagai berikut: pertama, dari sisi ekonomi, dengan membatasi jumlah anak dalam satu keluarga, keluarga berencana bisa mengurangi biaya-biaya yang mesti dikeluarkan, dibandingkan dengan keluarga yang memiliki banyak anak.

Dengan demikian ada porsi sumberdaya keuangan yang tersedia untuk investasi atau tabungan. Dari investasi dan tabungan inilah kesejahteraan keluarga diharapkan meningkat. Lantas dalam skala makro, jika terjadi peningkatan investasi, maka akan berdampak positif terhadap perekonomian secara agregat.

Kemudian, dari sisi pemberdayaan perempuan (woman empowerment), yakni diberikannya kesempatan kepada perempuan (istri) untuk secara aktif mengambil keputusan dalam menentukan kehidupan keluarga. Ini sekaligus sebagai upaya mewujudkan kesetaraan gender (gender equality) dan penghormatan terhadap hak-hak perempuan.

Peranan keluarga berencana dalam pembangunan ekonomi jangka panjang juga tertuang dalam tujuan yang tercantum dalam the sustainable development goals (SDGs). Adapun peran tersebut adalah sebagai berikut:
  • memerangi kemiskinan dan kelaparan.
  • mencapai target terpenuhinya pendidikan dasar.
  • menciptakan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (woman empowerment).
  • mencapai target terpenuhinya kesehatan keluarga secara keseluruhan.
  • memerangi penyebaran penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.
  • mendukung pemanfaatan lingkungan dalam jangka panjang.
  • membangun kemitraan global dalam pembangunan yang berkesinambungan.
Meskipun memiliki banyak manfaat, namun program keluarga berencana juga menghadapi berbagai kendala, yakni:
  1. pandangan tradisional dari beberapa wilayah yang menyatakan bahwa program ini tidak sesuai dengan budaya lokal.
  2. otoritas agama yang menolak keberadaan program ini karena tidak sesuai dengan doktrin agama yang bersangkutan.
  3. adanya alasan politis yang menyatakan bahwa program ini merupakan instrumen untuk kepentingan politik tertentu.
(Robinson, and Ross. The Global Family Planning Revolution: Three Decades of Population Policies and Programs, The World Bank, 2007).

Mengingat berbagai tantangan yang dihadapi, maka diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, yakni pemerintah, organisasi nirlaba, dan masyarakat luas, agar bisa menyukseskan program keluarga berencana. Adapun kerjasama tersebut terdiri dari:
  • penyediaan fasilitas dan akses kesehatan yang layak, terutama di daerah terpencil.
  • kegiatan sosialiasi kepada masyarakat tentang fungsi, tujuan, dan manfaat keluarga berencana.
  • pemberian edukasi kepada perempuan akan pentingnya kesehatan, terutama menyangkut kesehatan reproduksi seksual, serta hak-hak yang dimilikinya.
  • pemaparan program keluarga berencana melalui pendekatan budaya tanpa memaksa masyarakat untuk mengikutinya.
  • pemberian informasi yang lengkap, akurat, dan tepat waktu melalui pusat informasi yang didirikan disetiap wilayah, sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang keliru.
(Bongaard, et.al. Family Planning Programs For The 21st Century: Rationale And Design, Population Council, 2012).

Sebagai simpulan akhir, negara mesti menjamin bahwa pelaksanaan keluarga berencana berdasarkan pada asas sukarela (voluntary) dari setiap keluarga, bukan dalam rangka mengejar target ekonomi tertentu. Kemudian, komunikasi merupakan salah satu elemen penting dalam pelaksanaan program keluarga berencana, baik itu yang terjalin dalam internal keluarga, maupun antara keluarga dengan organisasi sosial dan pemerintah. **



ARTIKEL TERKAIT :
Pertumbuhan Populasi Penduduk Dunia beserta Permasalahannya
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Memahami Pengertian Bonus Demografi (Demographic Bonus)
Hakikat Pembangunan Manusia (Human Development)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar