Beberapa Catatan tentang Reklamasi (Land Reclamation)

Kegiatan reklamasi (land reclamation) bukan hanya ada di satu atau dua negara saja. Terdapat banyak negara yang melakukan reklamasi daerah pesisir dengan berbagai alasan, antara lain karena tidak mencukupinya lahan yang ada di daratan serta pertimbangan strategis lainnya. Tulisan ini merupakan catatan tentang aktivitas reklamasi yang dilakukan oleh beberapa negara di dunia, termasuk persoalan yang terkait didalamnya.

Beberapa Catatan tentang Reklamasi (Land Reclamation)
Kegiatan reklamasi merupakan upaya penambahan luas daratan yang dilakukan dengan cara menimbun kawasan perairan dengan material padat (pasir, batu, dan lain-lain) sehingga terbentuk daratan baru di tempat tersebut.

Negara-negara yang melakukan reklamasi kebanyakan menggunakan alasan terbatasnya luas wilayah daratan yang mereka miliki. Adapun tujuan reklamasi biasanya bermotif ekonomi, misalnya untuk pengembangan kawasan perindustrian, perdagangan, sekaligus perumahan. Namun demikian ada juga yang memanfaatkan reklamasi untuk kepentingan non-ekonomi.



Berikut kita akan melihat beberapa negara yang melakukan reklamasi dengan tujuannya masing-masing.

Singapura, negara yang memiliki luas kurang dari 700 km2 telah melakukan reklamasi sejak masa kolonialisasi Inggris. Meski begitu, pada saat itu tidak ada permasalahan atau setidaknya belum nampak adanya persoalan serius akibat aktivitas tersebut.

Adapun reklamasi dilakukan untuk beberapa tujuan, antara lain untuk pembangunan perumahan di Marine Parade pada era 1970’an, serta pembangunan Bandara Internasional Changi pada 1980’an. Hasil reklamasi tersebut mampu menambah luas daratan Singapura lebih dari 100 km2 dari luas awal sekitar 580 km2 (Koh, Tommy, and Jolene Lin, The Land Reclamation Case: Thoughts and Reflections, in Singapore Year Book of International Law and Contributors, Vol. X, 2006).

Akan tetapi ketika Singapura melakukan reklamasi di Pulau Tekong dan Pulau Tuas pada 2002, mulai muncul ketegangan dengan Malaysia. Saat itu Malaysia melontarkan keberatan atas reklamasi karena menimbulkan polusi di perairan wilayah Malaysia, terutama di Selat Johor.

Selain Singapura, Korea Selatan telah mereklamasi lebih dari 62,000 hektar wilayah pantai semenjak berakhirnya perang dunia kedua. Hong Kong, wilayah khusus yang menjadi salah satu pusat perekonomian Asia juga memiliki area yang sepuluh persen diantaranya merupakan hasil reklamasi. Adapun reklamasi tersebut dilakukan untuk pengembangan area bisnis, industri, perdagangan, dan investasi.

Sementara reklamasi yang fenomenal karena memakan biaya besar terletak di Dubai dan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). Sebagai catatan, untuk satu area reklamasi saja memakan ongkos hingga puluhan milliar dollar Amerika. Wilayah di Semenanjung Arab tersebut diubah menjadi kawasan industri, sentra bisnis dan perdagangan, serta spot hiburan dan pariwisata yang super mewah.

Di tempat lain, Qatar membangun daratan artifisial dengan luas mencapai 4000'an km2 untuk pengembangan properti dan perdagangan dengan biaya tak kurang dari US$ 14 miliar.

Masih di Semenanjung Arab, Arab Saudi juga diketahui telah mereklamasi lebih dari 40% wilayah pesisir, baik untuk industri pengolahan minyak maupun untuk pembangunan infrastruktur dan perumahan (Gulf Research Center, 2006).

Salah satu kegiatan reklamasi yang kontroversial adalah ketika China membangun pangkalan militer di pesisir Laut China Selatan (South China Sea) dengan melakukan reklamasi seluas lebih dari 800 hektar.

China berkilah dalam melakukan reklamasi karena negara-negara tetangga seperti Viet Nam, Malaysia, Taiwan, dan Phillipina juga melakukan kegiatan serupa di wilayah perairan Laut China Selatan. Dalam kasus ini, motif geo-politik dan pertahanan-keamanan menjadi isu sentral (Dolven, Ben, et.al, Chinese Land Reclamation in the South China Sea: Implications and Policy Options, Congressional Research Service, June 18, 2015).

Selain negara-negara di kawasan Asia, beberapa negara di Benua Eropa seperti Belgia dan Belanda juga melakukan reklamasi sebagai salah satu opsi pembangunan wilayah (spatial development).

Dari berbagai studi yang dilakukan, faktor ekonomi merupakan aspek utama yang menjadi alasan dilakukannya reklamasi. Disini para pembuat kebijakan melakukan trade-off antara manfaat melakukan reklamasi dengan dampak negatif dari aktivitas tersebut. Karena kajiannya dari sudut pandang ekonomi, maka efek negatif yang muncul dari reklamasi akan dinilai dalam satuan finansial.

Hal ini menjadi kritikan utama para aktivis lingkungan hidup yang memandang bahwa kerugian lingkungan hidup, khususnya wilayah perairan, tidak bisa begitu saja dinilai dengan uang.

Lebih jauh, tidak sedikit penelitian menyebutkan dampak negatif kegiatan reklamasi, antara lain terjadinya perubahan morfologis atas habitat kehidupan disepanjang pesisir, rusaknya wilayah hutan mangrove dan terumbu karang (coral reef) yang berdampak besar pada kehidupan ikan dan ekosistem laut, serta potensi terjadinya bencana di wilayah daratan akibat ekosistem laut tidak lagi bisa menahan ombak besar yang datang menuju daratan .

Demikian beberapa catatan tentang kegiatan reklamasi (land reclamation) di beberapa negara di dunia, termasuk alasan dan tujuan reklamasi, serta studi atas dampak kegiatan tersebut. **



ARTIKEL TERKAIT :
Konsep dan Masalah Pembangunan Infrastruktur
Upaya Memelihara Kelestarian Tanah (Land Conservation)
Mencegah dan Menanggulangi Bencana Banjir
Memahami Arti dan Dampak Pemanasan Global (Global Warming)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar