Perekonomian Singapura, Simbol Keberhasilan Pembangunan berbasis Pengetahuan dan Teknologi

Singapura (the Republic of Singapore) merupakan salah satu simbol keberhasilan pembangunan negara multi-kultural, yang mendasarkan diri pada kebanggaan pada identitas nasional, kemampuan berpikir logis dan rasional, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tulisan ini akan membahas perkembangan pembangunan dan perekonomian Singapura.

Singapura, Simbol Keberhasilan Pembangunan berbasis Pengetahuan dan Teknologi
Terletak di Benua Asia, tepatnya di Asia Tenggara, Singapura hanya memiliki wilayah sekitar 685 km2, dan dihuni oleh tak kurang dari 5.5 juta populasi pada 2015.

Selain luas area yang relatif kecil, Singapura bisa dikatakan tidak memiliki kekayaan alam apapun.



Meski demikian, Singapura memiliki catatan mengesankan di sektor perekonomian. Tercatat pencapaian Gross Domestic Product (GDP) Singapura pada 2015 sebesar US$ 471.9 miliar (purchasing power parity-based) dengan pendapatan perkapita sebesar US$ 85.3 ribu, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencatatkan angka US$ 462.6 miliar dan GDP per kapita sebesar US$ 84.6 ribu (www.indexmundi.com. Singapore Economy Profile 2016).

Dari total penerimaan negara, lebih dari 70% dihasilkan oleh sektor jasa seperti perbankan, pasar keuangan, dan jasa finansial lain. Sementara sektor industri, terutama manufaktur (barang-barang elektronik seperti semikonduktor, komputer, media penyimpanan data, serta barang elektronik rumahtangga), menyumbang tak kurang dari 23% penerimaan negara.

Kemajuan perekonomian Singapura membawa dampak pada rendahnya tingkat pengangguran. Selama dua tahun berturut-turut (2014-2015), angka pengangguran total di Singapura berada di kisaran 2%.

Selain itu, Singapura juga menjadi rumah bagi lebih dari 3000 perusahaan multinasional dari berbagai negara.

Dalam hal kerjasama internasional, Singapura terlibat aktif sebagai anggota ASEAN (Association of South East Asian Nations), forum kerjasama perdagangan TPP (Trans-Pacific Partnership), dan forum RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership).

Lebih lanjut, Singapura dikenal dengan performa ekonomi yang paling efisien di dunia. Perpaduan antara ilmu pengetahuan, teknologi informasi, dan pengembangan inovasi membuat negara ini mampu menerapkan konsep knowledge-based economy (KBE) dengan tingkat keberhasilan yang tergolong tinggi.

Disamping itu, pasar keuangan Singapura juga memiliki kinerja sistem yang paling canggih di dunia saat ini.

Yang tak kalah mentereng adalah laporan Transparency International, dalam indeks persepsi korupsi 2015, menempatkan Singapura pada peringkat ke-8 dari 168 negara yang menjadi objek penelitian, sekaligus yang terbaik se-Asia. Ini membuktikan rendahnya tindak kejahatan korupsi di negara tersebut (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2015).

Sementara dari sisi daya saing ekonomi, Singapura menduduki peringkat ke-2 terbaik dunia selama empat tahun berturut-turut dari periode 2012/2013, dibawah Swiss (Switzerland), merujuk pada laporan World Economic Forum.

Keunggulan daya saing yang dimiliki Singapura meliputi efektivitas dan efisiensi institusi bisnis dan pemerintahan, efisiensi pasar barang dan jasa serta pasar tenaga kerja, pemenuhan layanan pendidikan dasar dan kesehatan, serta tercapainya target pendidikan di level perguruan tinggi (World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2015-2016).

Apabila ditelusur kebelakang, maka rata-rata pertumbuhan GDP Singapura dari 1960’an hingga 1990’an mencapai 8%, bisa dikatakan bahwa selama lebih dari 30 tahun Singapura berada dalam stabilitas ekonomi yang tinggi.

Angka ini bahkan jauh lebih tinggi daripada capaian negara-negara yang tergabung dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), serta tiga kali lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.

Pada awal sejarahnya, Singapura merupakan basis pelabuhan (1825) yang dikuasai oleh the British East India Company, dengan salah satu tokoh’nya yang dikenal sebagai penemu cikal-bakal Singapura, Sir Thomas Stamford Raffles.

Tak lama setelah itu, Singapura menjadi wilayah pelabuhan terkenal di dunia; apalagi sejak dibukanya Terusan Suez (Suez Canal) pada 1869, Singapura menjadi salah satu pelabuhan utama bagi perdagangan antar negara.

Setelah di aneksasi oleh tentara pendudukan Jepang pada 1942-1945, Singapura kembali masuk dalam penguasaan koloni Inggris pada 1946, usai Jepang mengalami kekalahan pada perang dunia ke-2.

Sempat tergabung dalam the Federation of Malaya, Sabah and Serawak pada 1963, akhirnya Singapura memproklamasikan diri sebagai negara merdeka pada 9 Agustus 1965.

Problem awal pembangunan setelah menjadi negara merdeka adalah pengangguran. Saat itu pemerintah Singapura meyakini bahwa keberadaan perusahaan manufaktur akan mampu menyerap banyak tenaga kerja, maka di buka'lah keran investasi asing untuk masuk ke negara tersebut, baik melalui Foreign Direct Investment (FDI) maupun skema lain.

Salah satu institusi yang menjadi sorotan karena efektivitas kinerjanya kala itu adalah the Economic Development Board (EBD). Institusi ini mempunyai tugas-tugas penting, terutama dalam mempromosikan Singapura ke dunia internasional sebagai tempat investasi yang menguntungkan.

Selain itu EBD juga mem-fasilitasi kesempatan usaha, baik yang berbasis modal (capital-intensive), pengetahuan (knowledge-intensive), maupun inovasi (innovation-intensive).

Pemerintah Singapura melalui EBD menerapkan aturan yang sederhana, sehingga mempermudah investor asing yang ingin menanamkan modal tanpa birokrasi yang berbelit-belit (Yuen, Belinda. Singapore Local Economic Development: The Case of the Economic Development Board (EBD), siteresources.worldbank.org).

Hasil yang diperoleh dari upaya diatas sangat efektif, salah satunya terlihat dari pertumbuhan ekonomi dekade 1960’an yang mampu menembus 6%. Keuntungan lain yang didapatkan adalah 'knowledge spillover' dan 'technological spillover', atau melimpahnya transfer pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dari berbagai investasi yang masuk ke Singapura.

Pada perkembangan berikutnya di era 1970’an, Singapura menggenjot perekonomian dengan pemberian insentif perpajakan untuk menarik investor baru.

Disamping itu, pemerintah Singapura membuat kebijakan jaminan sosial (social security scheme), terutama untuk fasilitas kesehatan dan perumahan rakyat. Hasilnya, angka pengangguran turun secara signifikan dibawah 3.5%, dengan sektror manufaktur bertumbuh hingga 25% per tahun. Di era ini pertumbuhan GDP bisa mencapai 10%.

Pada periode 1980’an, dengan kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dan keterampilan, pemerintah Singapura menyediakan pelatihan dan peningkatan pengetahuan serta kemampuan IT (information technology) bagi sumber daya manusia (SDM) dalam rangka peningkatan kualitas dan kapasitas SDM. Alhasil, Singapura memiliki daya saing ekonomi yang semakin tinggi di era tersebut.

Pada masa 1990’an, dengan semakin meningkatnya kualitas SDM yang dimiliki, pemerintah Singapura meluaskan pembangunan teknologi, membentuk cluster-cluster industri berbasis teknologi, serta mengembangkan pendidikan di level perguruan tinggi dengan mendirikan institusi pendidikan seperti the National University of Singapore (NUS) dan the Nanyang Technological University (NTU), sebagai pusat inovasi dan laboratorium penelitian (incubator) bagi pengembangan teknologi dan ilmu terapan lain.

Hasilnya, pertumbuhan ekonomi pada 1990’an stabil di angka 8%, kecuali saat terjadi krisis ekonomi Asia pada 1997-1998, dimana ketika hampir semua negara di Asia mengalami kemunduran ekonomi, Singapura masih mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1%.

Setelah berlalunya krisis ekonomi, Singapura mengembangkan perekonomian dengan sektor jasa sebagai salah satu daya dorong, salah satunya pariwisata dengan berbagai unsur pendukung seperti jasa perhotelan, restoran, kasino, dan sebagainya (Cahyadi, Gundy, et.al. Singapore’s Economic Transformation, Global Urban Development, Singapore Metropolitan Economic Strategy Report, June 2004).

Saat krisis ekonomi global 2008-2009, Singapura masih mencatatkan pertumbuhan positif di angka 0.6%. Sementara pada periode 2014-2016, pertumbuhan ekonomi Singapura hanya berada di kisaran 3%, akibat penurunan tajam pada ekspor barang-barang manufaktur.

Pada prinsipnya bisa dirangkum bahwa Singapura mendasarkan pembangunan ekonomi pada dua pilar penting, yakni sektor manufaktur dan sektor jasa. Adapun faktor utama yang diberdayakan dalam pembangunan tersebut adalah sumberdaya manusia. Pemanfaatan SDM secara optimal mampu mengerakkan perekonomian sejak berdirinya negara Singapura.

Intinya, meski praktis tidak didukung dengan ketersediaan sumber kekayaan alam, namun kekuatan sumberdaya manusia (SDM) dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menjadi kunci utama keberhasilan pembangunan ekonomi Singapura. **

UPDATE ARTIKEL (Selasa, 15 Mei 2018):

Data terkini terkait perekonomian dan pembangunan Singapura dilaporkan dalam beberapa penelitian.

Menurut the International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan GDP Singapura pada 2018 diproyeksikan mencapai 2.9%. Angka perkiraan ini turun dari pertumbuhan di 2017 yang menembus angka 3.6%.

Sementara total GDP (current-price based) negara tersebut di 2018 berada dikisaran US$ 349.66 miliar, atau meningkat dari tahun sebelumnya yang berada di angka US$ 323.9 miliar.

Dengan populasi penduduk sebesar 5.66 juta jiwa, maka GDP per kapita Singapura pada 2018 mencapai US$ 61.77 ribu, atau meningkat dari capaian 2017 di angka US$ 57.71 ribu (www.imf.org. IMF DataMapper: Singapore, dikutip pada Selasa, 15 Mei 2018).

Studi lain memprediksikan perekonomian Singapura akan tumbuh hingga 3.2% di 2018, atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 3.0%. Adapun sektor pendukung pertumbuhan diperkirakan berasal dari sektor keuangan dan asuransi, perdagangan ritel dan besar, serta konsumsi rumahtangga.

Namun demikian terdapat berbagai faktor yang berpotensi menghambat laju perekonomian, diantaranya melambatnya perdagangan global akibat penerapan kebijakan proteksionisme oleh beberapa negara, serta kondisi perekonomian China (sebagai salah satu mitra perdagangan penting) yang diperkirakan mengalami perlambatan (Monetary Authority of Singapore. Economic Policy Group: Survey of professional forecasters, March 2018).

Jika dilihat dari daya saing perekonomian, studi terkini WEF menempatkan Singapura pada peringkat ke-3 dari 137 negara yang menjadi objek penelitian, atau turun satu tingkat dari capaian sebelumnya (World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2017-2018).

Sedangkan dari upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, penelitian terbaru TI menempatkan Singapura di peringkat ke-7 dari 176 negara, atau naik satu peringkat dari laporan tahun sebelumnya (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2016).

Sementara dalam salah satu laporannya, Kementerian Keuangan Singapura menyatakan bahwa saat ini Singapura menghadapi setidaknya tiga tantangan utama, yakni:
  • pergeseran kekuatan perekonomian di kawasan Asia.
  • kemajuan teknologi yang mengubah metode kerja, gaya hidup, serta aktivitas sehari-hari.
  • problem penuaan populasi.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah Singapura menyiapkan berbagai strategi yang tercermin dalam penentuan anggaran negara 2018, diantaranya:
  • pengembangan ekonomi yang inovatif. Adapun langkah yang ditempuh antara lain dengan membuka keran investasi, menciptakan ide-ide baru, meningkatkan permodalan (domestik maupun internasional), meningkatkan kapasitas tenaga kerja dan perusahaan, serta meningkatkan kerjasama antar pelaku ekonomi.
  • penciptaan kehidupan yang nyaman dan ramah lingkungan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan taraf hidup masyarakat perkotaan serta efisiensi pemanfaatan sumberdaya energi.
  • peningkatan kehidupan sosial yang erat dan saling peduli, antara lain melalui implementasi program jaring pengaman sosial.
  • penciptaan ketahanan fiskal jangka panjang. Hal ini dilakukan melalui pembangunan infrastruktur serta penerapan tarif pajak yang kompetitif.
(Ministry of Finance. Budget 2018: Together, A Better Future).

Dari sektor kesehatan, studi menyebutkan angka harapan hidup penduduk Singapura pada 2016, untuk laki-laki mencapai 80.6 tahun dan perempuan 85.1 tahun. Disamping itu, dari total populasi penduduk yang ada, sebanyak 72% termasuk dalam golongan usia produktif (15-64 tahun), dan tak kurang dari 13% merupakan penduduk berusia 65 tahun keatas (www.moh.gov.sg. Population and Vital Statistics, dikutip pada Selasa, 15 Mei 2018).

Catatan tersebut menunjukkan kemampuan masyarakat menerapkan gaya hidup sehat, sekaligus keberhasilan program pemerintah terkait layanan kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan.

Sementara di sektor pendidikan, Singapura mencatatkan prestasi yang luar biasa, dimana sekitar 30% penduduk berusia 20’an tahun tengah mengenyam pendidikan tinggi (universitas), dan lebih dari 50% tenaga kerja usia produktif memiliki ijazah perguruan tinggi.

Adapun anggaran pendidikan negara tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2016 misalnya, anggaran pendidikan mencapai Sing$ 12.46 miliar. Kemudian pada 2017, anggaran pendidikan naik menjadi sekitar Sing$ 12.68 miliar, dan tahun ini anggaran tersebut diprediksikan meningkat menjadi Sing$ 12.84 miliar (www.singaporebudget.gov.sg. Budget 2018, Revenue and Expenditure Estimates, dikutip pada Selasa, 15 Mei 2018).

Demikian perkembangan terkini terkait perekonomian dan pembangunan Singapura di 2018. ***



ARTIKEL TERKAIT :
Melihat Perekonomian Kanada, salah satu negara terluas di dunia
Perekonomian Hong Kong: pusat kemajuan ekonomi Asia
Perkembangan Perekonomian Indonesia
Perekonomian Finlandia: dari Kekayaan Alam, Transparansi Administrasi Publik, hingga Clash of Clan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar