Teori dan Konsep Dasar Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Salah satu diskusi menarik terkait dengan pembangunan suatu negara adalah tentang relasi antara individu, masyarakat, perangkat negara, serta sektor swasta/korporasi. Artikel ini akan mengupas perspektif sosial-ekonomi dari relasi tersebut dalam kerangka konsep Welfare State.

Teori dan Konsep Dasar Negara Kesejahteraan (Welfare State)
Sebagai catatan, beberapa studi menggunakan istilah yang saling menggantikan antara Welfare State dan Welfare Capitalism. Untuk menghindari kerancuan, tulisan ini akan menggunakan istilah Welfare State atau Negara Kesejahteraan sebagai padan kata.

Menurut Kamus online Merriam-Webster Dictionary, kata ‘welfare’ diartikan sebagai ‘the state of being happy, healthy, or successful.’ Dalam terjemahan bebas, kata ‘welfare’ mengandung beberapa makna, yakni keadaan bahagia, sehat, atau sukses.



Dalam salah satu studinya, Andersen mengungkapkan bahwa welfare state merupakan institusi negara dimana kekuasaan yang dimilikinya (dalam hal kebijakan ekonomi dan politik) ditujukan untuk:
  • memastikan setiap warga negara beserta keluarganya memperoleh pendapatan minimum sesuai dengan standar kelayakan.
  • memberikan layanan sosial bagi setiap permasalahan yang dialami warga negara (baik dikarenakan sakit, tua, atau menganggur), serta kondisi lain semisal krisis ekonomi.
  • memastikan setiap warga negara mendapatkan hak-haknya tanpa memandang perbedaan status, kelas ekonomi, dan perbedaan lain.
(Andersen, J,G. Welfare States and Welfare State Theory, Centre for Comparative Welfare Studies, Working Paper, 2012).

Sementara salah satu ciri negara kesejahteraan adalah kecepatan reaksi pemerintah pada saat terjadi market failure, atau pada saat terjadi penyimpangan dari outcome yang diharapkan dengan outcome yang diraih. Intervensi pemerintah ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi serta memperkecil gap yang ada.

Selain itu peran aktif pemerintah juga dilakukan melalui upaya pemberantasan kemiskinan, penyediaan kebutuhan hidup yang layak bagi warga negara, serta penanganan isu ketidakadilan, termasuk dalam hal distribusi pendapatan.

Penelitian lain menyebutkan bahwa welfare state bisa dilihat dari sudut pandang terbatas dan sudut pandang luas. Dari perspektif terbatas, welfare state merupakan tata kelola keuangan pemerintah yang ditujukan untuk sektor rumah tangga (konsumsi dalam negeri, penghasilan, asuransi), serta subsidi atau dana sosial untuk kesehatan anak, pendidikan, kesehatan umum, dan perawatan orang tua.

Dari sudut pandang yang luas, welfare state bisa digambarkan sebagai intervensi pemerintah melalui kebijakan publik, termasuk diantaranya kebijakan perumahan, peraturan tenaga kerja, undang-undang perpajakan, serta kebijakan lingkungan, dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat (Lindbeck, A. The Welfare State-Background, Achievements, Problems, Research Institute of Industrial Economics, 2006).

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mengelola welfare state, sedangkan didalamnya terdapat model kompetisi pasar yang cenderung kapitalistik, padahal konsep ini menggambarkan perwujudan kesejahteraan masyarakat.

Pertanyaan diatas seolah menyatakan bahwa konsep welfare state merupakan sesuatu yang ambigu, sebab terdapat dua hal bertentangan yang berada dalam satu statement. Disatu sisi, kapitalisme berpotensi menimbulkan gap distribusi pendapatan, sedang disisi lain, kesejahteraan masyarakat mensyaratkan adanya keseimbangan dalam distribusi pendapatan.

Secara teoretis, hal tersebut dijawab dengan menjelaskan seberapa jauh keterlibatan/intervensi pemerintah dalam mengelola negara. Dari sini didapatkan beberapa model welfare state.

Hall dan Soskice menyebutkan dua model ekonomi dalam konsep welfare state, yakni liberal market economies dan coordinated market economies.

Liberal Market Economies (LME). Pada model liberal market economies, aktivitas pasar (sektor korporasi) terkoordinasi secara hirarkial melalui tatanan pasar kompetisi. Hubungan pelaku pasar ditandai dengan rantai perdagangan barang dan jasa, dimana setiap pelaku pasar menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan permintaan akan barang dan jasa.

Coordinated Market Economies (CME). Pada model ini, aktivitas pasar (sektor korporasi) bergantung pada hubungan non-market dalam kaitannya dengan persaingan. Media non-market ini menjadi instrumen untuk monitoring, kerjasama jaringan, serta kolaborasi antar pelaku pasar. Instrumen ini bisa dikelola dan/atau diawasi oleh perangkat negara (Hall, P, A, and David Soskice. An Introduction to Varieties of Capitalism, 2001).

Di lain pihak, Esping-Andersen menggunakan tiga strata yang berbeda dalam melihat konsep welfare state, yakni pasar (market), negara(state), dan keluarga (familiy). Berdasarkan strata tersebut, terbentuklah tiga model welfare state, yakni:

Liberal Welfare State. Ditandai dengan:
  • Jaminan sosial yang relatif rendah, pendapatan rendah, adanya kelas pekerja, serta ketergantungan pada negara.
  • Susunan strata masyarakat masih bersifat tradisional.
  • Peran negara yang dominan pada pasar, antara lain melalui skema subsidi.
Corporatist Welfare State. Ditandai dengan:
  • Struktur kelas sosial yang lebih tertata.
  • Efisiensi pasar dengan jaminan hak sosial.
  • Negara tidak lagi berperan dominan atas pasar.
Social-Democratic Welfare State atau Scandinavian (Nordic) system. Ditandai dengan:
  • Prinsip-prinsip universalisme dimana tidak ada dualisme antara negara dengan pasar, adanya kesetaraan sosial dilevel tinggi.
  • Layanan sosial pada masyarakat kelas rendah hingga strata atas, serta partisipasi penuh kelas pekerja untuk mencapai kesejahteraan individu dan keluarga.
  • Perlakuan yang relatif adil, baik dalam kompetisi pasar maupun dalam tatanan masyarakat sosial.
(Esping-Andersen, G. The Three Worlds of Welfare Capitalism, Princeton University Press, 1990).

Penutup, konsep-konsep welfare state atau negara kesejahteraan berupaya mengukur sejauh mana inter-relasi antara perangkat negara (state), individu dan komunitas masyarakat (social), serta sektor usaha (market/corporation), dalam tata kelola suatu negara. **



ARTIKEL TERKAIT :
Memahami Teori Pertumbuhan Populasi Thomas Robert Malthus
Mengenal Konsep Cashless Society
Merkantilisme dalam Sejarah Perekonomian dan Perdagangan Dunia
Tinjauan tentang Modal Sosial (Social Capital) serta Kaitannya dengan Ekonomi dan Pembangunan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar