Pembangunan Wilayah Perkotaan (Urban Development)

Berbicara mengenai pembangunan wilayah, maka terdapat dua elemen penting yang melekat didalamnya, yakni pembangunan perdesaan (rural development) dan pembangunan wilayah perkotaan (urban development). Tulisan ini akan membahas isu-isu seputar pembangunan kawasan perkotaan.

Pembangunan Wilayah Perkotaan (Urban Development)
Dalam laporannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations) mengungkapkan bahwa secara global terdapat lebih dari 50% populasi penduduk tinggal di wilayah perkotaan pada 2014. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 66% pada 2050.

Selain itu tercatat pula bahwa dari seluruh kawasan di dunia, hanya di Benua Asia dan Afrika yang populasi penduduknya mayoritas tinggal di daerah perdesaan, yakni sekitar 52-60%. Namun demikian, persentase tersebut diyakini akan menyusut seiring makin besarnya tingkat pembangunan perdesaan; dengan kata lain, disuatu periode di masa depan, kawasan perdesaan akan bertransformasi menjadi area perkotaan.



Adapun populasi penduduk yang tinggal di area perkotaan melonjak tajam, dari sekitar 746 juta jiwa pada 1950 menjadi 3.9 miliar pada 2014. Jumlah ini akan bertambah lagi sebanyak 2.5 milliar jiwa sampai dengan 2050. Pada saat itu, total penduduk kawasan perkotaan berkisar di angka 6.4 milliar jiwa, atau setara dengan total jumlah penduduk dunia pada 2004.

Disebutkan pula bahwa India, China, dan Nigeria menjadi penyumbang pertumbuhan penduduk paling besar pada periode 2014-2050, yaitu sekitar 37% dari total pertumbuhan penduduk dunia; dengan rincian 404 juta jiwa di India, 292 juta jiwa di China, dan 212 juta jiwa di Nigeria (the United Nations. World Urbanization Prospects: the 2014 Revision, 2014).

Lebih jauh, karakteristik umum kawasan perkotaan yang terdapat di negara-negara berkembang diantaranya:
  • tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi.
  • kesenjangan ekonomi diantara masyarakat.
  • masalah lingkungan, termasuk air limbah rumah tangga dan sampah.
  • peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang terlalu cepat sehingga memicu masalah sosial, seperti kemacetan dan polusi udara.
  • buruknya infrastruktur umum, misalnya jalan raya dan fasilitas sosial.
  • banyaknya kawasan kumuh padat penghuni sehingga berpotensi menimbulkan persoalan sosial, seperti masalah kejahatan dan kesehatan.
  • sikap individualistis diantara komunitas masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakpedulian satu sama lain.
  • minimnya toleransi dalam kehidupan bersama, terutama pada masyarakat majemuk.

Menyadari begitu rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan perkotaan, maka diperlukan usaha keras untuk menanggulangi isu-isu tersebut melalui pembangunan integral wilayah perkotaan.

Adapun tujuan umum pembangunan kawasan perkotaan antara lain:
  • Menciptakan lingkungan tempat tinggal sekaligus tatanan kehidupan bermasyarakat yang berkualitas.
  • Menciptakan kondisi dimana setiap orang merasa aman dan nyaman untuk tinggal dan hidup di area perkotaan.
  • Menciptakan keadaan dimana setiap orang mampu bekerja dengan baik, membangun keluarga, serta memelihara keberlangsungan hidup hingga generasi berikutnya.

Sementara dalam salah satu studinya, Wheeler menyatakan bahwa kawasan perkotaan yang ideal seharusnya memiliki beberapa kriteria utama, yakni:
  • Efisien dalam pemanfaatan tanah. Karena jumlah lahan perkotaan yang terbatas, maka setiap pemanfaatan tanah harus diperhatikan fungsi pokoknya.
  • Jumlah kendaraan bermotor pribadi yang tidak terlalu banyak. Hal ini diwujudkan dengan menyediakan transportasi massal yang layak dan terjangkau.
  • Penggunaan sumberdaya energi secara efisien. Mengingat terbatasnya ketersediaan sumberdaya energi, maka efisiensi dalam penggunaannya bisa bermanfaat hingga generasi selanjutnya. Termasuk dalam konteks ini adalah memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya energi terbarukan (renewable resources).
  • Pemeliharaan lingkungan hidup. Salah satu upaya memelihara lingkungan hidup, sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi adalah melalui metode urban agriculture.
  • Perumahan yang layak huni. Tujuan utama hadirnya pemerintah kota adalah untuk menyejahterakan warganya, maka menyediakan tempat tinggal dan lingkungan yang layak huni merupakan salah satu target yang harus dipenuhi.
  • Komunitas sosial yang inklusif. Komunitas sosial yang inklusif akan mampu mendukung kehidupan bermasyarakat yang beradab.
  • Perekonomian yang menjadi daya dukung masyarakat. Perekonomian yang terbuka dan kompetitif serta penciptaan lapangan pekerjaan, akan mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat.
  • Partisipasi dan keterlibatan publik. Keterlibatan aktif masyarakat diharapkan mampu memelihara sekaligus mengawasi pembangunan perkotaan.
  • Pemeliharaan budaya lokal. Hal ini bermanfaat sebagai perekat kesatuan dan kekerabatan masyarakat.
(Wheeler, S. Planning Sustainable and Livable Cities, 1998).

Disamping itu terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan perkotaan (urban development planning), antara lain sebagai berikut:
  • Urbanisasi semestinya menjadi instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan, bukan menjadi beban perekonomian.
  • Pembangunan wilayah perkotaan seharusnya melibatkan pembangunan daerah sekitarnya (seat-belt area), sehingga menghasilkan pemerataan taraf kehidupan, baik di pusat kota maupun di wilayah penyangga.
  • Adanya rencana kerja yang terstruktur dalam mewujudkan target-target pembangunan.
  • Struktur pemerintahan kota yang efektif dan efisien, sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik kepada warga masyarakatnya.
  • Tugas-tugas pokok pemerintah daerah harus jelas dan tidak tumpang-tindih dengan kewenangan pemerintah pusat.
  • Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) untuk menunjang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
  • Partisipasi sektor swasta (Private Sector Participation), misalnya melalui skema corporate social responsibility (CSR) dalam mendukung pembangunan kawasan, sekaligus membantu kehidupan masyarakat miskin kota.
  • Keterlibatan investor, baik lokal maupun internasional, untuk mengakselerasi proses pembangunan wilayah perkotaan.
Penutup, sebagai salah satu faktor penentu pembangunan nasional, pembangunan wilayah perkotaan (urban development) menjadi kunci penting berhasil tidaknya negara melaksanakan pembangunan yang berkesinambungan. **

UPDATE ARTIKEL (Selasa, 10 April 2018):

Dalam perkembangannya, terdapat penelitian yang mengungkapkan beberapa poin penting terkait kondisi wilayah perkotaan, diantaranya:
  • Pada 2018 terdapat 37 megapolitan (kota dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa) diseluruh dunia.
  • Lebih dari 70% populasi penduduk dunia tinggal di area perdesaan atau perkotaan dengan penduduk kurang dari 500 ribu jiwa. Dengan kata lain, terdapat sekitar 30% penduduk dunia tinggal di area dengan jumlah populasi diatas 500 ribu jiwa.
  • Di wilayah kota besar (dengan penghuni lebih dari 500 ribu penduduk), rata-rata kepadatan penduduk mencapai 4-10 ribu jiwa/km2.
  • Di Benua Asia terdapat sekitar 58% populasi penduduk yang tinggal di kota besar (total terdapat 585 kota yang dihuni oleh lebih dari 500 ribu jiwa), sementara di Eropa terdapat sekitar 9.8%, dan Amerika Utara sebanyak 12.4%.
(Demographia World Urban Areas: Built Up Urban Areas or World Agglomerations, 14th Annual Edition, March 2018).

Sementara studi lain menyatakan bahwa pembangunan wilayah perkotaan berkaitan erat dengan agenda the Sustainable Development Goals (SDGs), terutama tujuan ke-11, yakni mengupayakan kota dan hunian yang layak, aman, serta mampu bertahan dalam jangka panjang.

Studi menekankan beberapa dimensi yang harus diperhatikan dalam mewujukan agenda pembangunan wilayah perkotaan, diantaranya:
  1. Bagaimana memastikan ketersediaan perumahan layak huni, serta layanan umum bagi masyarakat.
  2. Bagaimana memastikan keamanan masyarakat dari tindak kekerasan dan kejahatan.
  3. Bagaimana menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai.
  4. Bagaimana agar urbanisasi tidak terlalu banyak terjadi; dengan kata lain, bagaimana agar penduduk wilayah perdesaan tetap bersedia tinggal di wilayah masing-masing.
  5. Bagaimana meningkatkan pemerataan pembangunan wilayah perkotaan dengan perdesaan.

Solusi untuk pertanyaan-pertanyaan diatas sangat penting ditemukan, mengingat data terkait masalah kependudukan dan wilayah perkotaan termasuk mengkhawatirkan. Adapun data tersebut antara lain:
  • Hingga 2018, tak kurang dari 50% jumlah populasi penduduk dunia, atau sekitar 3.5 miliar jiwa tinggal di wilayah perkotaan.
  • Sampai dengan 2030, hampir 60% populasi penduduk dunia akan berada di area perkotaan.
  • Sekitar 90% urbanisasi pada beberapa dekade mendatang, berasal dari negara-negara berkembang.
  • Terdapat lebih dari 828 juta penduduk dunia hidup di area tidak layak huni (slump area) dan angka ini terus bertambah.
  • Jumlah wilayah perkotaan yang dihuni penduduk hanya berkisar 3% total daratan di Planet Bumi, namun membutuhkan 60-80% total energi, serta mengeluarkan tak kurang dari 75% emisi gas karbondioksida.
  • Urbanisasi yang terlalu cepat menimbulkan kompleksitas masalah, terutama pada ketersediaan air bersih, saluran pembuangan, lingkungan tempat tinggal, serta kesehatan umum.
(United Nations Environment Programme. The Weight of Cities: Resource Requirements of Future Urbanization, 2018).

Demikian isu-isu terkini terkait pembangunan wilayah perkotaan. ***



ARTIKEL TERKAIT :
Problem Ketersediaan Perumahan di Kota Besar
Mengenal Konsep Cashless Society
Memahami Konsep Kemiskinan
Hakikat Pembangunan Manusia (Human Development)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar