Mengenal Gerakan Anti Globalisasi (Anti-Globalization Movement)

Oleh beberapa kalangan, globalisasi (globalization) dipandang sebagai penyebab berbagai persoalan, seperti ketimpangan antara negara kaya dengan negara miskin, kerusakan lingkungan hidup, serta terancamnya harkat dan martabat kemanusiaan.

Gerakan Anti Globalisasi (Anti-Globalization Movement)
Respon atas hal tersebut diwujudkan dalam gerakan anti-globlalisasi (anti-globalization movement) yang meningkat dari tahun ke tahun.

Artikel ini akan membahas munculnya gerakan anti globalisasi dan alasan dibalik timbulnya gerakan tersebut.

1. GAGASAN KELOMPOK ANTI GLOBALISASI.

Protes kelompok penentang globalisasi terjadi seiring disepakatinya kerjasama antar negara, baik dalam wadah the World Trade Organization (WTO), the International Monetary Fund (IMF), the World Bank, serta kerjasama internasional lainnya.



Aktivis anti globalisasi meyakini bahwa globalisasi tidak lebih daripada perluasan sistem kapitalisme.

Hal ini merujuk pada konsep pasar bersama atau pasar tunggal, sistem persaingan bebas, serta deregulasi perdagangan yang melekat pada makna globalisasi.

Dengan kata lain, globalisasi hanyalah sinonim dari sistem kapitalisme internasional (international-capitalism system).

Selain itu, para penentang globalisasi mengkritik organisasi internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO (ketiganya merupakan bagian integral dari the Bretton Wood system), karena menerapkan aturan yang hanya menguntungkan negara-negara maju, tanpa memberi kesempatan yang setara pada negara-negara dunia ke-3.

Para penentang globalisasi juga memprotes distribusi kesejahteraan yang tidak seimbang, serta persaingan yang tidak adil antara negara-negara kaya dengan negara-negara miskin dan berkembang.

Menurut aktivis anti globalisasi, pergerakan rakyat (civil society) bukanlah bentuk perlawanan terhadap perkembangan jaman, namun lebih pada tuntutan untuk menempatkan kemanusiaan, keadilan, dan kejujuran, berdasarkan pada asas kesetaraan diantara bangsa-bangsa (Bonefeld, W. Anti-globalization and the Question of Socialism, 2010).

2. BEBERAPA CONTOH GERAKAN ANTI GLOBALISASI.

Penolakan terhadap globalisasi sudah berlangsung sejak lama, antara lain saat menolak diberlakukannya mata uang tunggal Eropa (Euro).

Selain itu, saat blok perdagangan bebas Amerika Utara (the North America Free-Trade Area/NAFTA) mulai dikampanyekan pada 1994, kelompok aktivis dari Kanada menolak gagasan NAFTA, karena menganggapnya sebagai representasi kekuatan liberalisme-kapitalisme yang merugikan banyak negara di kawasan tersebut.

Salah satu gerakan anti globalisasi yang tercatat dalam sejarah adalah ketika terjadi pertemuan WTO di Seattle, Amerika Serikat, pada 30 Nopember - 1 Desember 1999.

Pada saat itu terjadi protes besar-besaran yang dilakukan oleh lebih dari 30,000 aktivis sosial, pegiat hak asasi manusia, serta aktivis lingkungan hidup.

Dalam peristiwa tersebut, para aktivis menyatakan kegagalan forum WTO dalam membendung dampak buruk neoliberalisme dan kapitalisme.

Mereka juga beranggapan bahwa WTO telah menjadi instrumen untuk kepentingan korporasi besar dan negara-negara tertentu.

3. PANDANGAN JAGDISH BHAGWATI TENTANG GERAKAN ANTI GLOBALISASI.

Dalam penelitiannya, Bhagwati menyebutkan tiga elemen yang menjadi titik pusat gerakan anti globalisasi, yakni:
  • anti kapitalisme (anti-capitalism). Kelompok anti globalisasi secara terang-terangan menentang sistem kapitalisme yang mereka yakini hanya menguntungkan pemilik modal.
  • anti globalisasi (anti-globalization). Karena globalisasi dianggap sebagai perluasan sistem kapitalisme, maka konsep ini ditentang keras oleh para aktivis.
  • anti kepentingan korporasi (anti-corporations mindset). Menurut penentang globalisasi, korporasi merupakan agen pembawa konsep kapitalisme dan globalisasi. Korporasi juga cenderung bersifat monopolistik dan berorientasi pada maksimalisasi profit, tanpa menyisakan ruang bagi usaha berskala kecil, terutama yang berasal dari negara berkembang dan negara miskin.
(Bhagwati, J. Coping with Anti-Globalization: A Trilogy of Discontents, Foreign Affairs, January/February, 2002).

4. PANDANGAN NAOMI KLEIN SEBAGAI TOKOH UTAMA GERAKAN ANTI GLOBALISASI.

Salah seorang tokoh utama gerakan anti globalisasi, Klein, menegaskan bahwa kelompok anti globalisasi sebenarnya tidak menolak gagasan globalisasi dalam bidang ekonomi, teknologi, serta budaya.

Yang menjadi keinginan para penentang globalisasi adalah adanya aturan main yang adil bagi setiap negara, dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat, kelompok tenaga kerja, kondisi lingkungan hidup, serta hak asasi manusia.

Mereka juga memandang organisasi-organisasi internasional tidak transparan dalam pengambilan keputusan, sarat dengan kepentingan politik negara maju, serta ditumpangi oleh kepentingan ekonomi korporasi-korporasi tertentu.

Para aktivis anti globalisasi menginginkan terjadinya reformasi dan keterbukaan dalam setiap pengambilan keputusan, serta penguatan peran serta masyarakat, terutama di negara-negara miskin dan berkembang (Ayres, J.M. Framing Collective Against Neoliberalism: The Case of the “Anti-Globalization” Movement, Journal of World-Systems Research, Vol. X No. I, 2004).

Klein juga menuangkan gagasan tentang gerakan anti globalisasi dalam buku yang berjudul No Logo.

Dalam tulisan tersebut, Klein mengungkapkan alasan munculnya gerakan anti globalisasi, diantaranya:
  • aturan korporasi yang lebih memprioritaskan pemasaran produk, tanpa memberi peluang pada tenaga kerja untuk berkembang.
  • terabaikannya nilai kebudayaan, yang berganti menjadi pendekatan untuk memperoleh profit sebesar-besarnya.
  • korporasi tidak lagi mengutamakan nilai produk yang mereka jual, melainkan pada penjualan produk.
  • berubahnya lembaga pendidikan dan sosial, seperti sekolah, museum, dan media penyiaran, menjadi instrumen pemburu profit.
  • dikuasainya pasar oleh kelompok korporasi besar, sehingga merugikan masyarakat miskin.
  • banyaknya produk dibuat di negara yang upah buruhnya murah, namun dijual dengan harga tinggi di pasar internasional, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi negara penyumbang tenaga kerja.
(Klein, N. No Logo, 1999).

Sebagai penutup, munculnya ekses negatif akibat adanya perubahan (dalam hal ini globalisasi) berpotensi memicu penolakan, seperti halnya yang terjadi dalam globalisasi, yang oleh sebagian pihak dipandang membawa dampak negatif. **



ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Situasi Perekonomian Dunia di 2018
Memahami Teori Pertumbuhan Populasi Thomas Robert Malthus
Menakar Kebutuhan Sumberdaya Energi di Masa Depan
Mencermati Persoalan Imigrasi (International Immigration)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar