Dinamika Kerjasama ASEAN Plus Three (APT)

Kerjasama yang melibatkan banyak negara (multilateral) menjadi sarana setiap negara untuk memperkokoh stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan domestik maupun regional. Namun demikian, tidak jarang terdapat dinamika yang unik dari kerjasama tersebut, mengingat adanya permasalahan diantara negara-negara yang terlibat, tak terkecuali dalam format kerjasama ASEAN Plus Three (APT). Artikel ini akan mengulas tentang dinamika kerjasama ASEAN Plus Three, termasuk berbagai isu diantara negara anggota.

Dinamika Kerjasama ASEAN Plus Three (APT)
ASEAN Plus Three (APT) terdiri dari 10 negara anggota ASEAN dan Jepang (Japan), China (the People’s Republic of China), serta Korea Selatan (the Republic of Korea), mulai di inisiasi pada akhir 1997, dan secara resmi di institusionalisasi pada 1999, saat terjadi pertemuan tingkat tinggi ASEAN Plus Three ke-3 (the 3rd ASEAN Plus Three Summit) di Manila, Phillipina.

Adapun kehadiran format kerjasama APT ini difungsikan sebagai sarana untuk memperluas basis kerjasama perdagangan, perekonomian, serta keamanan kawasan.



Meski begitu, menarik untuk ditelisik lebih jauh bagaimana dinamika kerjasama negara-negara ini, mengingat adanya isu-isu diantara beberapa negara yang menjadi anggota APT. Berikut ini beberapa dinamika permasalahan yang melibatkan negara-negara anggota APT.

Salah satu permasalahan besar di kawasan ini adalah sengketa di Laut China Selatan (South China Sea) yang melibatkan China dengan beberapa negara ASEAN. Kondisi ini sedikit banyak akan mempengaruhi pola kerjasama yang terbentuk.

Disamping itu, secara historis beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Thailand, dan Phillipina, memiliki kerjasama bilateral dengan Amerika Serikat (yang notabene adalah kompetitor utama China), baik dalam ekonomi, perdagangan, maupun pertahanan-keamanan.

Apalagi mengingat bahwa beberapa negara ASEAN tergabung dalam kelompok kerjasama the Trans-Pacific Partnership (TPP), yang dicitrakan sebagai gambaran kekuatan Amerika Serikat dalam konstelasi perekonomian regional maupun global.

Selain konflik di Laut China Selatan, China memiliki masalah perebutan kepulauan di Laut China Timur (East China Sea) dengan Jepang, yakni Senkaku Islands (menurut penamaan resmi Jepang) atau Diaoyu Islands (menurut versi China).

Jepang pun memiliki sejarah yang kurang bagus dengan Indonesia, Korea Selatan, dan China, terkait kolonialisme di masa lalu serta kasus perbudakan seks terhadap perempuan semasa perang dunia ke-2 (jugun ianfu).

Korea Selatan dan Jepang juga memiliki konflik teritorial di wilayah Liancourt Rocks, atau Dokdo Islands (menurut klaim Korea Selatan), atau Takeshima Islands (menurut versi Jepang). Wilayah ini selain memiliki keunikan geografis, merupakan area yang kaya akan ikan laut sehingga menjadi tempat fishing ground favorit, serta kaya akan gas alam (natural gas).

Tentu'nya setiap negara yang tergabung dalam APT tidak menginginkan dispute diantara negara-negara anggota menjadi penghalang kerjasama yang dibangun, terlebih menyadari akan pentingnya kerjasama kawasan dalam peta persaingan global.

Oleh karenanya, pada setiap pertemuan resmi, seluruh anggota APT membuat dan menyepakati butir-butir pernyataaan yang menjadi pedoman dalam peningkatan kerjasama.

Lebih lanjut, dalam pertemuan tingkat tinggi ASEAN Plus Three ke-19 (the 19th ASEAN Plus Three Summit), di Vientiane, Laos (the Lao People’s Democratic Republic) pada 7 September 2016, dihasilkan kesepakatan bersama (the Chairman’s Statement of the 19th ASEAN Plus Three Summit) berisi 29 butir pernyataan, yang beberapa diantaranya memuat hal penting sebagai berikut:
  • Bahwa semua pihak menyatakan kepuasan atas perkembangan kerjasama ASEAN Plus Three (APT), serta menegaskan komitmennya dalam memperkuat peningkatan perdamaian, stabilitas keamanan, dan kesejahteraan kawasan Asia Timur. Selain itu semua pihak menyerukan dukungannya terhadap pelaksanaan the ASEAN Community Vision 2025 sebagai pondasi menuju kerjasama yang lebih erat di wilayah Asia Timur, serta pentingnya peran ASEAN dalam format kerjasama regional, melalui the East Asia Summit, the ASEAN Regional Forum (ARF), serta the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
  • Kesadaran akan adanya hubungan yang kuat dalam investasi dan perdagangan antara ASEAN dengan tiga negara. Tercatat pada 2015, total transaksi perdagangan ASEAN dengan Jepang, Korea Selatan, dan China bernilai tak kurang dari US$ 708.6 milliar, atau setara dengan 31.1% dari total perdagangan ASEAN. Sementara Foreign Direct Investment (FDI) yang mengalir dari tiga negara tersebut ke ASEAN mencapai angka US$ 31 milliar, atau sekitar 26% dari total FDI yang masuk ke ASEAN.
  • Upaya lebih intensif menyangkut negosiasi proses kerjasama RCEP, mengingat forum kerjasama ini secara potensial mampu meningkatkan pertumbuhan dan perdagangan internasional.
  • Pengembangan kerjasama dibidang pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan, dalam rangka peningkatan kedaulatan pangan di kawasan.
  • Kerjasama dibidang energi, termasuk kebijakan terkait keamanan energi, konservasi dan efisiensi energi, teknologi energi terbarukan, serta inisiasi program energi nuklir untuk kepentingan sipil.
  • Komitmen peningkatan kerjasama untuk melaksanakan agenda the Sustainable Development Goals (SDGs), seperti yang disepakati dalam the APT Leaders’ Statement on Promoting Sustainable Development Cooperation.
(Chairman’s Statement of the 19th ASEAN Plus Three Summit, 7 September 2016, Vientiane Lao PDR, Turning Vision into Reality for a Dynamic ASEAN Community).

Sementara pada pertemuan yang sama, disepakati pula pernyataan dukungan untuk mempromosikan agenda kerjasama pembangunan jangka panjang, yang termuat dalam the ASEAN Plus Three Leaders’ Statement on Promoting Sustainable Development Cooperation, yang berisi komitmen dalam menyukseskan agenda the Sustainable Development Goals (SDGs). Adapun beberapa poin yang perlu mendapatkan perhatian antara lain:
  • Upaya memberantas kemiskinan sekaligus mengurangi kesenjangan (gap) pembangunan, baik di dalam dan antar negara. Termasuk dalam upaya tersebut adalah dengan mengakselerasi perekonomian kawasan, meningkatkan pembangunan sumberdaya manusia, mempererat kerjasama antar institusi yang terkait dengan upaya pemberantasan kemiskinan, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
  • Mempromosikan pembangunan berkesinambungan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs), diantaranya melalui implementasi Rencana Aksi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (the ASEAN Strategic Action Plan for SME Development) 2016-2025, serta penguatan akses MSMEs pada pasar, permodalan, dan hal terkait lainnya.
  • Mempromosikan kerjasama sektor pariwisata secara berkelanjutan. Termasuk didalamnya adalah kerjasama dalam meningkatkan kualitas, aksesibilitas, dan promosi atas situs-situs budaya dan pariwisata beserta lingkungan sekitarnya, serta kerjasama pendidikan dan pelatihan disektor kepariwisataan.
  • Meningkatkan kerjasama dan pertukaran kebudayaan, antara lain berupa pengembangan kerjasama antar instansi yang bertanggungjawab atas perlindungan peninggalan sejarah dan arkeologi, museum, arsip-arsip sejarah, perpustakaan, serta institusi kebudayaan.
(ASEAN Plus Three Leaders’ Statement on Promoting Sustainable Development Cooperation, Vientiane, 7 September 2016).

Sebagai penutup, kerjasama antar negara dalam satu kawasan secara potensial mampu menciptakan dampak positif terkait masalah keamanan wilayah, ekonomi, investasi, perdagangan, hingga sosial-budaya; meskipun tidak bisa dipungkiri adanya dinamika atau gejolak yang ikut berpengaruh terhadap pola kerjasama tersebut. **



ARTIKEL TERKAIT :
Menelisik Hubungan Kerjasama ASEAN-Amerika Serikat
Memaknai Kerjasama Multilateral ASEAN-Rusia
Konsep dan Permasalahan dalam Perdagangan International
Peluang dan Tantangan ASEAN dalam Perekonomian Global

Tidak ada komentar:

Posting Komentar