Perlawanan Global Memberantas Korupsi

Korupsi menjadi salah satu penyebab masalah terbesar dalam pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta pemberantasan kemiskinan. Apabila sebelumnya kita membahas tentang kaitan korupsi dengan distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, maka artikel kali ini akan menyoroti perlawanan terhadap korupsi yang digaungkan secara global.

Perlawanan Global Memberantas Korupsi
Pertama-tama, kita melihat laporan Transparency International (TI) tentang persoalan korupsi di berbagai negara pada 2015. Dari 168 negara yang menjadi objek penelitian, ternyata tidak satupun negara yang bebas dari kejadian korupsi.

TI juga menyatakan bahwa setidaknya terdapat lebih dari enam milliar orang hidup di negara dengan permasalahan korupsi yang tergolong serius. Hal ini tergambar dari skala yang ditunjukkan oleh laporan tersebut. Secara umum, dari skala 0 (angka korupsi tertinggi) hingga 100 (bebas korupsi), rata-rata kejadian korupsi secara global berada di angka 43.



Kemudian apabila di break-down menjadi area yang lebih kecil, kawasan Uni Eropa dan Eropa Barat memperoleh nilai 67, dengan angka korupsi terendah berada di negara Denmark. Sementara di kawasan Asia-Pasifik, total skor yang diperoleh ialah 43, dengan menempatkan negara Selandia Baru sebagai negara yang paling sedikit terpapar kasus korupsi dan Korea Utara dengan kejadian korupsi paling buruk.

Sementara negara-negara di kawasan Afrika Utara, Afrika sub-Sahara, Timur Tengah, Eropa Timur, dan Asia Tengah memiliki angka relatif tinggi kejadian korupsi-nya, ditandai dengan indeks korupsi yang berada di kisaran 30.

Lebih dari itu, sekitar 53% negara-negara yang tergabung dalam G20 memiliki indeks dibawah 50, mengindikasikan seriusnya masalah korupsi di negara-negara tersebut. Dari total negara yang termasuk dalam penelitian, hanya ada dua negara yang memperoleh indeks tertinggi, yakni Denmark dan Finlandia (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2015, 2016).

Perlu diketahui bahwa penelitian yang dilakukan oleh TI ini memiliki beberapa catatan yang harus diperhatikan.

Pertama, metodologi penelitian yang diterapkan TI untuk menentukan skala CPI tidak sama setiap tahunnya, sehingga tidak menampilkan data time-series (berdasarkan urutan waktu/periodisasi). Walau demikian, indeks ini digunakan secara luas oleh banyak negara, sebab sampai dengan saat ini belum ada alat ukur lain yang lebih komprehensif jika dibandingkan dengan CPI (Hawthorne, O, Transparency International’s Corruption Perceptions Index: ‘best flawed’ measure on Corruption?, 2013).

Selain itu, karena indeks yang dihasilkan dalam penelitian berdasarkan pada persepsi (perception), maka tidak menjelaskan kasus riil yang terjadi di negara-negara objek penelitian. Meskipun begitu, hal tersebut bisa dipahami sebab kasus korupsi merupakan perbuatan yang sifatnya tersembunyi (hidden activities).

Lebih lanjut, the United Nations Development Programme (UNDP) juga mengampanyekan program anti korupsi yang tertuang dalam Global Thematic Programme on Anti-Corruption for Development Effectiveness (PACDE) 2008-2013, yang kemudian disusul dengan kampanye Global Anti-Corruption Initiative (GAIN) 2014-2017.

Kampanye anti korupsi tersebut secara umum ditujukan sebagai upaya terstruktur dalam rangka pemberantasan korupsi secara global. Terdapat beberapa strategi yang menjadi acuan dalam mempromosikan kampanye anti korupsi:
  • memperluas agenda anti korupsi dalam rencana pembangunan melalui integrasi antar sektor.
  • memperkuat kemampuan pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui kerjasama antar institusi.
  • mempromosikan akuntabilitas sosial melalui partisipasi masyarakat sipil, pemberdayaan kaum muda dan perempuan, serta peran media massa.
  • meningkatkan tata kelola berbasis pada hasil dan efektivitas institusi dalam melaksanakan kampanye anti korupsi, termasuk mengevaluasi hasilnya.

Adapun tujuan utama GAIN 2014-2017 antara lain sebagai berikut:
  • mengintegrasikan solusi anti korupsi sebagai upaya mempercepat pencapaian tujuan the Millenium Development Goals (MDGs) dan agenda pasca MDGs.
  • memperkuat kapasitas institusi dalam mengimplementasikan kampanye pencegahan dan pemberantasan korupsi sesuai dengan agenda the United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC).
  • mitigasi risiko korupsi dalam pembiayaan serta pengelolaan sumberdaya alam dan isu perubahan iklim.
  • memperluas keterlibatan masyarakat sipil serta pemberdayaan kaum muda dan perempuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, baik di level lokal maupun nasional.
  • meningkatkan manajemen berbasis hasil (results-based management) dan efektivitas institusi dalam upaya pemberantasan korupsi.
(the United Nations Development Programme. UNDP Global Anti-Corruption Initiative (GAIN) 2014-2017).

Disamping itu, UNDP menegaskan bahwa korupsi merupakan salah satu rintangan terbesar dalam mewujudkan program pembangunan berkelanjutan dalam berbagai bidang. Berikut hal-hal yang mendasari perspektif tersebut:
  • Korupsi meningkatkan biaya ekonomi. Adanya upaya penyuapan dan negosiasi kotor, baik pada sektor publik maupun swasta akan meningkatkan biaya ekonomi yang mesti ditanggung masyarakat.
  • Korupsi berdampak pada inefisiensi sumberdaya ekonomi dan kepentingan publik. Investasi yang seharusnya tepat sasaran mengalami penyimpangan, sehingga tidak membawa manfaat maksimal bagi masyarakat.
  • Korupsi menutup kesempatan kaum miskin untuk memperbaiki taraf hidup. Akibat korupsi, khususnya di sektor publik, masyarakat miskin menjadi pihak paling rentan merasakan dampak negatifnya.
  • Korupsi mengikis kepercayaan masyarakat pada lembaga/institusi pemerintah dan aturan hukum yang ada. Merajalela'nya korupsi dan penyuapan akan semakin menurunkan kredibilitas pemerintah dan lembaga negara di mata masyarakat.

Disisi lain, pada pertemuan puncak anti korupsi (Anti-corruption summit) di London, 12 Mei 2016, dihasilkan beberapa poin penting yang tertuang dalam Global Declaration Against Corruption. Secara garis besar terdapat tiga substansi, yaitu:
  • kejadian-kejadian korupsi harus di ekspose seluas mungkin agar tidak ada tempat sembunyi untuk tindak kejahatan korupsi.
  • pelaku kejahatan korupsi harus ditangkap dan dihukum, sementara mereka yang terkena dampak korupsi harus dibantu.
  • korupsi harus dibasmi, dimanapun kejadian itu berada.
(www.gov.uk. Global Declaration Against Corruption, 2016).

Selain menghasilkan deklarasi global anti korupsi, pertemuan tersebut juga menyepakati 34 butir pernyataan bersama (communique) tentang perlawanan terhadap tindak korupsi. Beberapa diantaranya tersebut dibawah ini:
  • menyatakan bahwa korupsi merupakan pusat berbagai persoalan di dunia. Selain menurunkan kepercayaan publik pada pemerintah dan menurunkan wibawa hukum, korupsi juga mengganggu tujuan pembangunan jangka panjang, stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, serta upaya pemberantasan kemiskinan dan perlindungan sumberdaya alam.
  • penanganan korupsi merupakan prioritas utama, sehingga diperlukan upaya pencegahan, baik pada institusi pemerintah, lembaga bisnis, maupun komunitas masyarakat.
  • mempromosikan integritas, transparansi dan akuntabilitas, serta memperkuat kerjasama internasional. Ditekankan pula pentingnya mengimplementasikan konvensi anti korupsi seperti yang tertera dalam the United Nations Convention against Corruption (UNCAC).
  • meningkatkan transparansi pada pihak-pihak yang berpotensi terlibat dalam korupsi dan mengimplementasikan rekomendasi yang tertuang dalam the Financial Action Task Force (FATF) Recommendations on Transparency and Beneficial Ownership of Legal Person and Arrangements.
  • mengeliminasi celah pada aturan/hukum yang memungkinkan timbulnya korupsi.
  • menegaskan bahwa siapapun yang melanggar hukum dan melakukan korupsi harus dibawa ke pengadilan dan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku.
  • menciptakan kerjasama yang lebih erat antar institusi pemerintah serta entitas usaha untuk mendeteksi dan mencegah aliran uang yang terindikasi korupsi.
  • menegaskan bahwa setiap orang wajib melaporkan apabila mengetahui atau mencurigai terjadinya tindak kejahatan korupsi tanpa rasa takut, termasuk didalamnya perlindungan kepada whistle blowers.
  • meningkatkan transparansi internasional terkait perpajakan untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan pelanggaran perpajakan (tax evasion) dan kejahatan lainnya.
  • menekankan pentingnya kerjasama dengan organisasi internasional dalam kampanye melawan korupsi.
(Anti-corruption Summit, Communique, London, May 12, 2016).

Sebagai kesimpulan, upaya serius yang dilakukan negara-negara di dunia, baik pada level domestik maupun global menunjukkan betapa masif problem kejahatan korupsi beserta dampak buruknya terhadap pembangunan jangka panjang. **



ARTIKEL TERKAIT :
Kartel, Struktur Pasar Monopolistik, dan Inefisiensi Ekonomi
Korupsi dalam Perspektif Sejarah: kejahatan purba yang ber'evolusi
Memahami Konsep Money Laundering
Mengenal Shadow Economy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar