Meneropong Denmark, Negara Kaya yang Miskin Korupsi

Tulisan kali ini akan mengulas tentang kondisi sosial-ekonomi salah satu negara yang menjadi role model negara dengan kesejahteraan rakyat yang tergolong tinggi dan angka korupsi yang relatif rendah, yakni Denmark.

Meneropong Denmark, Negara Kaya yang Miskin Korupsi
Berada di kawasan Eropa serta berbatasan dengan Swedia, Norwegia, dan Jerman; Denmark memiliki area seluas 43,094 km2.

Seperti halnya Inggris, Denmark merupakan sebuah kerajaan (constitutional monarchy) yang dipimpin oleh seorang ratu, dengan pemerintahan dibawah kendali seorang perdana menteri.

Secara umum, Denmark membangun negara berdasarkan tiga pondasi utama, yakni demokrasi, peran aktif masyarakat, serta hubungan sosial yang terpelihara dengan baik.



Menurut data the World Bank, Denmark termasuk dalam kategori negara berpenghasilan tinggi (high-income country), dengan angka GDP (Gross Domestic Product) sebesar US$ 342.4 miliar di 2014. Adapun total populasi penduduk Denmark pada 2014 sebanyak 5.64 juta jiwa. Sementara rata-rata usia harapan hidup penduduk negara itu mencapai 81 tahun (www.worldbank.org).

Lebih lanjut, sektor pariwisata Denmark menyumbang pendapatan nasional tak kurang dari DKK 91.9 miliar (setara US$ 14.05 miliar, dengan asumsi US$ 1 = DKK 6.54) pada 2014 dan menciptakan lebih dari 111,460 peluang kerja (www.visitdenmark.dk. Tourism in Denmark 2015).

Sementara dari indeks daya saing ekonomi global, Denmark menduduki peringkat tiga besar menurut laporan WEF (World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 206-2017).

Yang juga tak kalah mentereng adalah prestasi Denmark di bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang menempatkannya di urutan pertama dari 168 negara dalam tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2015).

Adapun alasan yang membuat Denmark menjadi tolok ukur keberhasilan negara dari sudut pandang sosial-ekonomi antara lain:
  • Distribusi pendapatan yang cenderung merata, dengan kesetaraan gender (gender equality) di pasar tenaga kerja yang relatif seimbang.
  • Pengelolaan dana pajak yang tepat sasaran, baik untuk layanan di bidang pendidikan, perawatan anak-anak (child care) dan orang tua (elderly care), serta pelayanan kesehatan masyarakat.
  • Perbedaan yang relatif kecil terkait standar hidup di setiap wilayah negara. Ini mengindikasikan pembangunan daerah (regional development) yang berjalan secara merata.
  • Sistem perpajakan yang memberikan rasa keadilan, dimana tarif tinggi diterapkan pada pajak pendapatan dari usaha pribadi serta pajak konsumsi, sedangkan untuk kalangan pegawai menanggung beban tarif pajak yang relatif terjangkau.
  • Sektor publik yang manusiawi, bersahabat, serta bersih dari praktik-praktik korupsi.

Sedangkan keunggulan Denmark dalam pelayanan publik diantaranya:
  • Pelayanan pendidikan yang relatif tanpa biaya; bahkan biaya untuk pendidikan di institusi swasta sebagian besar ditanggung pemerintah, sehingga memberikan banyak pilihan bagi warga negara untuk menentukan jalur pendidikan.
  • Pelayanan perawatan anak (child care) relatif terjangkau, sehingga tidak membebani kehidupan rumah tangga. Oleh karenanya tidak mengherankan bila anak usia 2-5 tahun memperoleh perawatan yang baik, selagi orangtua mereka bekerja.
  • Pelayanan bagi orang tua (elderly citizen) melalui pemeriksaan secara berkala dan bantuan medis tidak dipungut biaya. Bantuan ini sangat bermanfaat bagi orangtua yang sudah tidak sanggup mengurus dirinya sendiri.
  • Layanan kunjungan dokter kepada pasien tidak dikenakan biaya. Hal ini sebagai wujud pelayanan kesehatan untuk masyarakat.
(Lykketoft, M. The Danish Model: A European success story, International Policy Analysis, December 2009).

Selain itu, salah satu studi juga menempatkan Denmark di peringkat pertama terkait dengan upaya pembangunan berkelanjutan, pemberantasan kemiskinan, dan penguatan institusi sosial.

Studi mengungkap bahwa Denmark menjadi negara terbaik dalam hal kebijakan menyangkut lingkungan, yakni melalui pencapaian standar lingkungan yang sesuai dengan standar resmi Uni Eropa dan the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC).

Disamping itu, Denmark berada di 10 besar negara-negara anggota OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development) yang mampu mendayagunakan energi terbarukan (renewable energy), sehingga disebut sebagai negara ramah lingkungan (environmental-friendly nation). Denmark juga menjadi negara dengan konsumsi air yang relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara OECD lainnya.

Prestasi lain adalah keberhasilan Denmark menurunkan emisi karbon dioksida hingga 20% sejak 1990’an. Bahkan menurut laporan Climate Change Performance Index of the Climate Action Network Europe 2013, Denmark merupakan negara yang paling ramah cuaca (the most climate-friendly). Pemerintah Denmark sendiri mencanangkan kampanye tanpa konsumsi sumber energi tak terbarukan (unrenewable energy), seperti minyak bumi dan batu bara, pada 2050.

Dalam kaitan dengan demokrasi, kebebasan berpendapat dan akses ke media merupakan salah satu kekuatan utama Denmark, dimana media massa berkembang pesat tanpa hambatan-hambatan dari peraturan yang ada (Laursen, F, Andersen, T, and Detlef Jahn. 2015 Denmark Report, the Sustainable Governance Indicators 2015 Project, 2015).

Sistem perekonomian modern Denmark dimulai sejak awal abad ke-20, terutama ketika depresi ekonomi (great depression) melanda wilayah Amerika dan Eropa di era 1930'an. Kala itu pemerintah Denmark mengambil kebijakan dengan menanamkan modal ke pasar untuk menggerakkan perekonomian, sehingga sektor riil tetap tumbuh pada saat krisis.

Pada periode 1960’an-1990’an terjadi pergeseran orientasi ekonomi, dari yang semula menitikberatkan pada pertanian tradisional berkembang ke industrialisasi dengan pembangunan teknologi sebagai pilar utamanya.

Sebelum krisis ekonomi 2008 terjadi, Denmark mencatatkan surplus anggaran negara serta angka pengangguran yang rendah. Meski demikian, konsumsi domestik (domestic consumption) yang tinggi mendorong terjadinya overheating, ditandai dengan kenaikan harga yang tidak wajar pada sektor properti.

Ketika krisis ekonomi 2008 terjadi, Denmark justru mencatatkan penurunan angka pengangguran, meskipun tetap terkena dampak krisis (saat itu pertumbuhan ekonomi Denmark mengalami penurunan sebesar 1%). Memasuki awal 2014, pertumbuhan ekonomi Denmark berjalan relatif stabil.

Sementara menurut laporan Bank Dunia, terdapat beberapa catatan yang berpotensi menghambat laju perekonomian domestik Denmark, diantaranya:
  • kemampuan pemerintah mengatasi krisis ekonomi akan sangat penting untuk memastikan hal tersebut tidak berdampak dalam jangka panjang, mengingat masih adanya perlambatan perekonomian global.
  • penurunan produktivitas sektor swasta, serta peningkatan anggaran pemerintah (terutama di sektor pendidikan) yang hasilnya tidak mencapai sasaran.
  • meskipun distribusi pendapatan dikatakan seimbang, namun secara konstan terus mengalami penurunan, terutama akibat banyaknya imigran yang datang ke negara tersebut; dalam hal ini terjadi gap antara kemampuan yang dimiliki para imigran dengan kebutuhan pasar tenaga kerja domestik.
  • isu mengenai anggaran publik terkait dengan layanan kesehatan dan layanan umum lain yang masih harus diperhatikan efektivitas dan efisiensinya.
  • beberapa kebijakan pemerintah terkait kerjasama politik internasional terkadang tidak disambut positif oleh masyarakat.

Sebagai penutup, Denmark telah membuktikan satu hal penting bahwa demokrasi yang diiringi dengan akuntabilitas dan kredibilitas pemerintah, serta tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap pemerintah, mampu menempatkan Denmark menjadi salah satu contoh negara kesejahteraan. **

UPDATE ARTIKEL (Selasa, 9 Januari 2018):

Pada perkembangan terkini, Denmark masih berada di urutan ke-12 dalam indeks daya saing ekonomi global menurut laporan terbaru WEF (World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2017-2018).

Demikian pula pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, Denmark tetap berada di posisi pertama diantara 176 negara di dunia (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2016).

Sementara dalam hal kemudahan mendirikan dan menjalankan usaha (termasuk akses pada institusi finansial serta aturan terkait perijinan usaha, pajak, dan lain-lain), Denmark juga stabil di urutan ke-3 dibawah Selandia Baru dan Singapura (World Bank. Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs).

Capaian-capaian diatas menunjukkan stabilitas tata kelola pemerintahan sekaligus efektivitas kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah Denmark.

The International Monetary Fund (IMF) dalam laporannya mencatat perolehan GDP Denmark pada 2016 mencapai US$ 306.7 miliar. Dengan jumlah populasi penduduk yang meningkat menjadi 5.7 juta jiwa, maka besaran GDP per kapita Denmark di 2016 kurang-lebih berada dikisaran US$ 53.74 ribu (IMF. World Economic Outlook, April 2017).

Disisi lain, OECD mengungkap jika pertumbuhan ekonomi Denmark akan mengalami penurunan dari 2.2% pada 2017 menjadi 2.0% di 2018. Adapun faktor yang menyumbang penurunan diperkirakan berasal dari sisi ekspor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi banyak didukung dari peningkatan konsumsi domestik, perbaikan upah tenaga kerja, tingkat inflasi yang relatif stabil di kisaran 2%, serta dukungan investasi dari sektor swasta.

Selain itu angka pengangguran juga diproyeksikan mengalami penurunan dari 5.6% di 2017 menjadi 5.5% pada 2018 (www.oecd.org. Denmark – Economic forecast summary, November 2017).

Perkembangan teknologi juga menjadi alasan bagi Denmark untuk mempersiapkan diri menghadapi persaingan dalam teknologi digital dan otomatisasi (automation). Studi menyatakan bahwa dampak otomatisasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Denmark sebesar 0.8-1.4% per tahun hingga 2065. Oleh karena itu, pemerintah Denmark rutin menggenjot investasi, terutama di area infrastruktur digital melalui inovasi dan penelitian.

Teknologi modern seperti pesawat tanpa awak (drone), kendaraan otomatis (automatic vehicles), serta pemanfaatan artificial intelligence dan robotic machines diperkirakan menjadi faktor penting untuk meningkatkan perekonomian Denmark ke depan.

Namun demikian, kemajuan teknologi juga menuntut pemerintah mengubah orientasi serta sistem pendidikan menuju pada peningkatan kemampuan yang mendukung penerapan teknologi, diantaranya keterampilan computer programming, information technology (IT), dan sebagainya (McKinsey & Co. A Future That Works, the impact of automation in Denmark, April 2017).

Pemerintah Denmark juga mempersiapkan beberapa prioritas pembangunan pada 2018, beberapa diantaranya tersebut dibawah ini.

Sebagai wujud partisipasi dalam rangka memelihara kerjasama dan pembangunan global, Denmark menyediakan dana tak kurang dari DKK 15.87 miliar atau setara 0.7% Gross National Income. Angka Ini sesuai komitmen bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyisihkan pendapatan sebesar 0.7% GNI untuk bantuan pembangunan internasional.

Untuk dana kemanusiaan dunia, alokasi sebesar DKK 2.50 miliar disediakan antara lain untuk membantu pengungsi di wilayah konflik seperti Libanon, Yordania, dan Irak; serta mengupayakan stabilitas situasi di beberapa daerah rentan konflik, seperti Iran, Suriah, dan kawasan Afrika.

Selanjutnya, dana sebesar DKK 60 juta digelontorkan untuk pengembangan inovasi dan promosi kewirausahaan, dengan fokus pada pemberdayaan perempuan (woman empowerment) dan pemanfaatan teknologi digital. Sementara dalam upaya kerjasama internasional, pemerintah Denmark mengucurkan dana tak kurang dari DKK 225 juta untuk kerjasama penelitian (research cooperation) dan DKK 45 juta untuk kerjasama komunitas (fellowships).

Pemerintah juga menargetkan perlawanan terhadap kejahatan di bidang perpajakan melalui penguatan institusi pajak dan kerjasama dengan institusi pajak negara lain. Adapun anggaran yang disediakan untuk tujuan tersebut mencapai DKK 35 juta.

Di sektor perdagangan, pemerintah Denmark mempersiapkan DKK 50 juta dalam rangka penguatan dan peningkatan kapasitas pasar domestik, serta akses yang terintegrasi pada pasar global.

Sementara untuk menghadapi ancaman perubahan iklim dan pemanasan global, pemerintah mengalokasikan dana DKK 350 juta sebagai upaya perlindungan terhadap sumberdaya air bersih dan energi.

Yang tak kalah penting, terkait dengan perlindungan terhadap kesehatan reproduksi, hak-hak perempuan serta remaja putri, pemerintah Denmark mengeluarkan dana tak kurang dari DKK 160 juta untuk mewujudkan agenda tersebut.

Terakhir, dalam upaya pemberantasan HIV/AIDS, tuberkulosis, dan malaria, pemerintah menganggarkan DKK 150 juta; belum termasuk bantuan internasional melalui UNFPA (United Nations Population Fund), yang jika dihitung secara keseluruhan mencapai DKK 700 juta (Ministry of Foreign Affairs of Denmark. the Government’s Priorities for Danish Development Cooperation 2018, August 2017).

Demikian perkembangan perekonomian Denmark hingga saat ini. ***



ARTIKEL TERKAIT :
Perekonomian Selandia Baru: Good Governance, Partisipasi Publik, dan The Lord of The Rings
Ketika Sistem Perekonomian Tertutup Menjadi Pilihan: tinjauan ekonomi Korea Utara
Perekonomian Korea Selatan: antara data dan realita
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China

1 komentar: