Memahami Konsep Cluster-based Economy

Cluster-based economy merupakan salah satu konsep dalam pembangunan ekonomi yang ditujukan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses produksi. Tulisan ini akan mengulas mengenai konsep dasar cluster-based economy.

Memahami Konsep Cluster-based Economy
Secara umum cluster-based economy mengandung pengertian dimana terdapat sekelompok industri/usaha yang berada di satu kawasan tertentu.

Industri-industri ini bisa merupakan industri yang serupa (misalnya industri tekstil), maupun industri yang berbeda-beda namun saling terkait (misalnya industri tekstil dengan industri tinta untuk tekstil).



Terdapat beberapa studi yang bisa menjadi rujukan untuk memahami konsep cluster-based economy, diantaranya studi yang dilakukan oleh Alfred Marshall dan Michael E. Porter.

Pendapat Alfred Marshall.
Marshall mengemukakan pandangannya bahwa apabila industri berada pada satu wilayah geografis tertentu, maka penanganan mesin-mesin serta material akan jauh lebih mudah dilakukan.

Kemudian, mengingat bahwa pada saat itu (era abad ke-19 hingga awal abad ke-20) fungsi komunitas sosial masih sangat dominan, maka peranan komunitas sosial sangat penting sebagai pengikat inter-relasi dalam area industri tersebut.

Jadi dalam konsep ini pengelompokan industri di suatu area tertentu lebih dititikberatkan pada penanganan terhadap masalah modal (tercermin dari material produksi), investasi (tercermin dari penanganan mesin-mesin produksi), serta peran komunitas sosial dalam industri. Dengan kata lain, efisiensi menjadi faktor penting dalam pemusatan industri.

Marshall juga menyebutkan dampak positif (positive externalities) dari industri-industri yang terpusat di satu area, antara lain:
  • Adanya knowledge spillover diantara industri yang ada. Hal ini akan meningkatkan persaingan yang sehat diantara industri-industri tersebut.
  • Input yang terspesialisasi dari industri pendukung. Adanya saling keterkaitan antara industri-industri yang ada dalam satu kawasan akan membantu ketersediaan bahan baku produksi, sehingga mempercepat proses produksi.
  • Tenaga kerja yang berdaya saing (competitive). Karena daya saing usaha di kawasan industri cenderung ketat, maka akan menghasilkan tenaga kerja yang memiliki daya saing tinggi.
(Marshall, A. Principles of Economics, 8th ed., 1920).

Bisa dikatakan bahwa konsep yang diperkenalkan oleh Marshall ini lebih mendekati konsep kawasan industri atau industrial district. Ada juga studi-studi yang mengaitkan konsep Marshall ini dengan istilah agglomeration economies. Diluar perbedaan yang terdapat pada istilah tersebut, konsep ini tetap dianggap sebagai awal mula berkembangnya cluster-based economy.

Perspektif Michael E. Porter.
Menurut Porter, cluster-based economy merupakan kawasan terkonsentrasi dimana terdapat perusahaan dan institusi yang saling terkait pada suatu bidang tertentu.

Lebih lanjut, Porter menegaskan bahwa kata kunci dalam pengembangan cluster adalah kompetisi (competition). Kompetisi, menurutnya sangat bergantung pada produktivitas; sementara produktivitas terletak pada kemampuan industri dalam menciptakan produk dan/atau jasa.

Berikutnya, Porter mengungkapkan bahwa cluster-based economy mampu mendorong daya saing melalui tiga cara, yaitu:
  1. Dengan meningkatkan produktivitas industri dalam area tersebut. Hal ini antara lain diwujudkan dalam kemudahan akses bagi tenaga kerja dan supplier, berkurangnya transportation cost, dan penghematan waktu produksi. Seiring dengan peningkatan efisiensi, akan terjadi peningkatan daya saing.
  2. Dengan mendorong terciptanya inovasi-inovasi baru. Dengan berada dalam satu kawasan, maka setiap industri memiliki kemampuan untuk membaca peta persaingan, sehingga memicu munculnya inovasi baru untuk meningkatkan daya saing.
  3. Dengan mendorong penguatan cluster itu sendiri. Mengingat industri-industri baru bermunculan setiap saat, maka berada dalam cluster akan mendorong percepatan kemajuan industri tersebut daripada jika berada diluar area.
(Porter, Michael E. Clusters and the New Economics of Competition, Harvard Business Review, 1998).

Pada prinsipnya terdapat tiga pilar yang menjadi pondasi cluster-based economy, yakni:
  • Wilayah geografis (geographical area). Ini merupakan area tertentu yang menjadi pusat kegiatan.
  • Penciptaan nilai (value creation). Dalam cluster terdiri dari berbagai sektor usaha dan industri yang masing-masing menciptakan nilai dalam produksi barang dan/atau jasa yang mereka tawarkan.
  • Lingkungan usaha (business environment). Lingkungan usaha memberikan pengaruh yang signifikan dalam membentuk pola hubungan antara industri, tenaga kerja, dan institusi pemerintahan setempat. Adanya cluster akan memberikan kekuatan lebih pada penciptaan lingkungan bisnis yang kompetitif.

Secara garis besar, ada beberapa elemen yang menjadi faktor utama keberhasilan cluster-based economy, yakni:
  • inovasi.
  • tenaga kerja terampil.
  • alih pengetahuan dan teknologi.
  • kolaborasi dan kerjasama.
  • kompetisi.
Cluster bisa terdiri dari beberapa usaha kecil (small-medium enterprises/SMEs atau UMKM) yang membentuk kerjasama di suatu area tertentu, bisa juga dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan/industri sebagai penanam modal, serta institusi perguruan tinggi sebagai motor riset dan pengembangan. Cluster seperti ini menjadi cikal-bakal (pioneer) perkembangan cluster-cluster besar yang ada saat ini.

Cluster-based economy juga dikembangkan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menarik investasi melalui skema Foreign Direct Investment (FDI), mengingat bahwa zona ekonomi seperti ini pada umumnya dilengkapi dengan infrastruktur yang baik dan fasilitas lengkap sebagai penunjang efisiensi dan produktivitas usaha.

Selain itu pemerintah juga berperan dalam peningkatan pertumbuhan usaha pada cluster-cluster melalui berbagai kebijakan, seperti pemangkasan hambatan dalam perijinan usaha, lalu-lintas pergerakan produk dan/atau jasa, aturan ketenagakerjaan, serta aturan lain yang menopang tumbuhnya iklim usaha yang sehat (Ketels, C.H.M. and Memedovic, O. From Clusters to Clusters-based Economic Development, Int.J. Technological Learning, Innovation and Development, Vol. 1, No. 3, 2008).

Jika dilihat, sudah banyak negara yang memiliki cluster-cluster yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi, sumber investasi, sekaligus sebagai ‘dapur’ inovasi diberbagai bidang. Silicon Valley di California, Amerika Serikat; Technopolis Innovation Park Delft di Belanda; serta Hsinchu Science Park di Taiwan merupakan contoh cluster-based economy yang menjadi benchmark keberhasilan pembangunan kawasan industri/usaha.

Sebagai penutup, di dunia modern, ketika inovasi menjadi pondasi peningkatan produktivitas, dan produktivitas menjadi unsur penting pembangunan ekonomi, maka cluster-based economy memainkan peran krusial sebagai sarana penggerak roda perekonomian. **



ARTIKEL TERKAIT :
Peran dan Tantangan Industri FinTech (Financial Technology) dalam Perekonomian
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy)
Mengenal Konsep Cashless Society

1 komentar: