Melihat Sejarah Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement) dan Relevansinya di Dunia Modern

Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement/NAM) merupakan salah satu entitas yang dibentuk berdasarkan kondisi sejarah. Ketika kekuatan dunia terpusat pada dua kutub yang saling berlawanan, maka negara-negara yang tidak terlibat atau melibatkan diri dalam pertikaian tersebut membentuk aliansi ketiga yang menawarkan format kerjasama antar negara berdasarkan kesetaraan dan persahabatan. Artikel ini akan membahas tentang latar belakang munculnya Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement/NAM) dan relevansi’nya di dunia modern.

Sejarah Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement) dan Relevansi'nya di Dunia Modern
Gerakan Non Blok mulai di inisiasi pada saat diadakannya Konferensi Asia-Afrika (Afro-Asian Conference/Bandung Conference) di Bandung, Indonesia pada 18-24 April 1955.

Tiga pemimpin negara dunia ketiga saat itu, Presiden Soekarno dari Indonesia, Presiden Gamal Abdel Nasser dari Mesir, serta Perdana Menteri Jawaharlal Nehru, mendiskusikan posisi negara-negara dalam konstelasi dunia yang terpusat pada dua kutub kekuatan, yakni Amerika Serikat di satu sisi (Blok Barat/Western Bloc) dan Uni Soviet di sisi berlawanan (Blok Komunis/Communist Bloc).



Sebagai catatan, pasca perang dunia ke-2 (world war II), dunia memasuki fase yang disebut sebagai ‘Periode Perang Dingin’ (Cold War Period), dimana terdapat dua poros kekuatan utama dunia, yakni Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya seperti negara-negara Eropa Barat, dan poros lain yang digalang oleh Uni Soviet, China, dan Kuba. Adapun penyebutan ‘Negara Dunia Ketiga’ atau ‘the Third-World Nations’ mengacu pada posisi negara yang tidak memihak salah satu poros, atau berada dalam posisi netral (non-aligned).

Lebih jauh, ketiga pemimpin negara tersebut juga mendiskusikan masalah yang muncul sebagai dampak kolonialisme, serta campur tangan negara lain dalam urusan pemerintahan dalam negeri. Sedangkan Nehru mengemukakan tujuan utama pembentukan Gerakan Non Blok, yakni:
  1. Perdamaian dan pelucutan senjata (disarmaments).
  2. Kebebasan untuk menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa.
  3. Kesetaraan ekonomi.
  4. Kesetaraan kebudayaan.
  5. Kerjasama dengan banyak negara melalui dukungan nyata pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations).

Dari latar belakang sejarah tersebut, diselenggarakan'lah Konferensi Gerakan Non Blok Pertama (the 1st Summit of the Heads of State or Government of the Member Countries of the Non-Aligned Movement) di Belgrade, Yugoslavia pada 1-6 September 1961.

Lima negara yang menjadi pemrakarsa (founding members) gerakan ini adalah Indonesia (dipimpin oleh Presiden Soekarno), Mesir (dipimpin oleh Presiden Gamal Abdel Nasser), India (diwakili Perdana Menteri Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (dibawah pimpinan Presiden Josip Broz Tito), dan Ghana (dipimpin oleh Presiden Kwame Nkrumah).

Pada konferensi tersebut disepakati 27 butir deklarasi (Belgrade Declaration), yang beberapa poin penting diantaranya adalah:
  • Negara-negara anggota Gerakan Non Blok harus menerapkan kebijakan yang bebas dari intervensi kelompok manapun, atau setidaknya menunjukkan ketidakberpihakan pada kutub tertentu.
  • Negara-negara anggota Gerakan Non Blok harus secara konsisten melawan kolonialisme dan mendukung Gerakan untuk Kemerdekaan Bangsa (the Movements for National Independence).
  • Negara-negara anggota Gerakan Non Blok tidak boleh menjadi anggota sekutu militer dari poros negara adidaya, baik Poros Barat (Amerika Serikat) maupun Poros Timur (Uni Soviet).
  • Jika suatu negara memiliki kerjasama bilateral dengan negara adidaya dalam bidang militer atau tergabung dalam salah satu anggota pakta pertahanan, kerjasama tersebut tidak boleh membuatnya terlibat dalam persaingan dua kutub.
(Belgrade Declaration. The Declaration of the 1st Summit of the Heads of State or Government of the Member Countries of the Non-Aligned Movement Issued on 1-6 September 1961, in Summit Declarations of Non-Aligned Movement (1961-1999), 2011).

Jika pada awal kehadirannya, Gerakan Non Blok beranggotakan 25 negara, maka seiring perkembangan dunia, jumlah anggota institusi ini bertambah hingga 120 negara, yang sebagian besar berada di wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Lebih lanjut, entitas ini mengadakan pertemuan rutin setiap empat tahun sekali dalam format Konferensi Tingkat Tinggi (the Non-Aligned Movement Summit).

Namun demikian, tantangan dunia modern saat ini tidak sama dengan saat awal berdirinya Gerakan Non Blok. Beberapa poin dibawah ini menjadi penegasan terjadinya perubahan jaman, sekaligus menjadi tantangan bagi relevansi keberadaaan Gerakan Non Blok di dunia modern:
  1. Perang Dingin telah berakhir sejak lama. Polaritas kekuatan militer dunia bisa dikatakan tidak ada lagi.
  2. Keruntuhan komunisme, seiring dengan berakhirnya Uni Soviet menjadi salah satu tanda bahwa jaman telah mengalami perubahan.
  3. Kerjasama militer di dunia modern lebih didasarkan pada konsep penguatan wilayah teritorial dan kawasan, bukan dalam rangka kolonialisme dan imperialisme.
  4. Telah terjadi pergeseran fokus persoalan, dari yang semula pada persaingan kekuatan militer, menjadi tantangan dalam pembangunan perekonomian, teknologi informasi dan komunikasi, serta lingkungan hidup.
Mengenai relevansi keberadaan Gerakan Non Blok, terdapat beberapa argumentasi yang menyatakan bahwa gerakan ini masih relevan di era modern. Berikut beberapa hal yang mendasarinya:
  1. Meskipun saat ini kekuatan dunia sudah tidak terpusat pada dua kubu setelah runtuhnya Uni Soviet, masih ada Amerika Serikat yang menjadi poros kekuatan dunia. Kehadiran Gerakan Non Blok diharapkan mampu menjadi penyeimbang kekuatan tersebut, agar tidak ada satu negara pun yang berada diatas negara lain.
  2. Pola kerjasama dalam Gerakan Non Blok juga mengalami pergeseran menyesuaikan perkembangan jaman. Pada prosesnya, gerakan ini juga aktif dalam upaya pemberantasan kemiskinan, intoleransi, serta ketidakadilan.
  3. Dengan anggota yang berjumlah 120 negara, Gerakan Non Blok menjadi entitas multinasional terbesar kedua setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini membuktikan bahwa setiap aktivitas dan keputusan yang diambil dalam Gerakan Non Blok, memainkan peran penting dalam konstelasi hubungan internasional.
Lebih lanjut, untuk menjawab tantangan dunia modern, maka KTT Gerakan Non Blok ke-17 (the 17th Summit of the Non-Aligned Movement) di Margarita, Venezuela pada 13-18 September 2016, mengusung tema ‘Peace, Sovereignty and Solidarity for Development’.

Dari tema tersebut bisa ditegaskan bahwa yang menjadi perhatian utama adalah ‘development’ atau pembangunan; lebih tepatnya, pembangunan yang didasarkan pada perdamaian, kedaulatan, dan solidaritas.

Adapun dalam KTT tersebut disepakati deklarasi yang terdiri dari 21 butir kesepakatan. Beberapa poin penting dari deklarasi tersebut antara lain:
  • Penguatan dan revitalisasi organisasi Gerakan Non Blok.
  • Memperkuat keamanan dan perdamaian internasional, dengan salah satu tujuannya adalah untuk menyelamatkan generasi penerus dari konflik-konflik yang tejadi.
  • Mempromosikan perlindungan hak asasi manusia.
  • Mengutuk aksi-aksi terorisme sebagai ancaman perdamaian dan keamanan global.
  • Mengedepankan dialog antar warga bangsa yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap perbedaan agama, sosial, dan budaya, sehingga mampu menciptakan perdamaian, toleransi, dan saling menghormati satu sama lain.
  • Bersepakat untuk menyukseskan agenda the Sustainable Development Goals (SDGs), mengingat bahwa agenda tersebut menempatkan manusia sebagai subjek sekaligus objek pembangunan jangka panjang, yang terintegrasi dengan dimensi pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
  • Mempromosikan pengembangan pendidikan, pengetahuan, dan teknologi. Salah satu caranya adalah dengan memberantas ‘buta pengetahuan’ (illiteracy) sebagai salah satu faktor pemicu masalah kemiskinan dan keterasingan.
  • Memberikan perhatian pada isu perubahan iklim (climate change). Menegaskan bahwa masalah perubahan iklim dan pemanasan global (global warming) menjadi salah satu tantangan besar yang harus dijawab dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang.
  • Memberikan perhatian pada masalah tata kelola perekonomian dunia, yakni dengan menegaskan pentingnya reformasi arsitektur keuangan internasional melalui demokratisasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini terutama terkait dengan institusi multinasional seperti the International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia. Selain itu menyerukan penguatan partisipasi negara-negara berkembang dalam pengambilan keputusan dan proses pembuatan kebijakan ekonomi internasional, serta transparansi dalam organisasi keuangan dunia.
  • Memberikan perhatian pada generasi muda dan perempuan dalam kaitannya dengan perdamaian dan keamanan; dan menekankan pentingnya peran generasi muda dan perempuan dalam upaya mengatasi konflik dan memelihara perdamaian. Oleh karenanya, perwujudan kesetaraan gender (gender equality) menjadi salah satu faktor penting dalam proses ini.
(the 17th Summit of Heads of State and Government of the Non-Aligned Movement, Declaration of the XVII Summit of Heads of State and Government of the Non-Aligned Movement (NAM), Island of Margarita, Bolivarian Republic of Venezuela, 13-18 September 2016).

Sebagai penutup, ketika dunia mengalami pergeseran akibat perkembangan sosial-ekonomi dan teknologi, maka sudah semestinya apabila Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement/NAM) yang tujuan awalnya menggalang kerjasama untuk berdiri netral diantara dua poros kekuatan dunia, mengalami perubahan menjadi penggalangan kerjasama untuk menjawab tantangan pembangunan manusia dan lingkungan hidup. **



ARTIKEL TERKAIT :
Pemahaman tentang Official Development Assistance (ODA)
Sekilas tentang the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
Sejarah dan Peran G7 (the Group of Seven) dalam Tata Kelola Perekonomian Dunia
Peran WTO (the World Trade Organization) dalam Membangun Kerjasama Perdagangan Internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar