Sejarah Terbentuknya The International Monetary Fund (IMF): misi dan kontroversi

Menjelang berakhirnya perang dunia kedua, tepatnya pada Juli 1944, perwakilan negara yang terlibat dalam peperangan, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan beberapa negara lain mengadakan pertemuan di Bretton Woods, Amerika Serikat.

The International Monetary Fund: misi dan kontroversi
Pertemuan tersebut membicarakan pembangunan ekonomi pasca perang dan penyusunan tata kelola sistem keuangan global. Dari sinilah cikal bakal institusi multinasional terbentuk, yakni Dana Moneter Internasional (the International Monetary Fund/IMF) dan Bank Dunia (the World Bank).

Pada artikel ini, kita akan mempelajari sejarah terbentuknya IMF beserta misi-misi dan kontroversi terkait kinerjanya.

IMF merupakan institusi multi negara yang difungsikan untuk melakukan evaluasi atas sistem finansial global, terutama terkait kebijakan moneter dan posisi neraca perdagangan.



Secara resmi, IMF berdiri pada 27 Desember 1945; saat ini memiliki anggota sebanyak 190 negara (sampai dengan artikel ini diupdate pada Jumat, 07 Desember 2018)..

Adapun misi utama IMF adalah:
  • meningkatkan kerjasama moneter internasional.
  • memastikan stabilitas finansial.
  • memfasilitasi perdagangan internasional (international trade).
  • mempromosikan tingkat penyerapan tenaga kerja dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil.
  • membantu mewujudkan program pengentasan kemiskinan.
(www.imf.org. About the IMF, dikutip pada Selasa, 05 April 2016).

Secara struktur kelembagaan, IMF dipimpin oleh dewan gubernur yang terdiri dari seorang gubernur, wakil gubernur, serta perwakilan masing-masing negara anggota.

Sementara untuk kepengurusan harian, tugas-tugas dewan gubernur didelegasikan pada dewan direksi yang terdiri dari 24 orang, dengan rincian: 8 anggota perwakilan tetap, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Perancis, China, Rusia, dan Arab Saudi; serta 16 perwakilan lain yang dipilih secara bergantian setiap dua tahun.

Adapun dewan direksi dikepalai oleh seorang direktur pelaksana (managing director).

Sedangkan dalam penentuan hak keanggotaan, IMF menetapkan kriteria tertentu yang dinamakan kuota. Kuota ini ditentukan menurut besarnya skala perekonomian nasional suatu negara, yang tercermin dalam GDP, neraca perdagangan, serta cadangan devisa.

Kuota ini juga ikut menentukan hak suatu negara dalam pengambilan keputusan, serta akses dana pinjaman (Brown, M. the International Monetary Fund, Advocates for International Development, 2012).

Saat ini, Amerika Serikat memiliki kuota tertinggi dibandingkan dengan anggota-anggota lain. Selain itu Amerika Serikat menjadi satu-satunya pihak yang dapat menggunakan hak veto dalam pengambilan keputusan. Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan pandangan bahwa keputusan IMF sarat dengan kepentingan Amerika Serikat.

Dalam menjalankan misinya, IMF memiliki beberapa tugas pokok, yakni:
  • mengawasi kondisi moneter dan keuangan negara anggota, serta perekonomian global pada umumnya.
  • memberikan bantuan finansial (financial assistance) pada negara anggota yang membutuhkan.
  • menyediakan bantuan teknis (technical assistance).

Dalam rangka pengawasan terhadap kondisi moneter dan keuangan, IMF mengirimkan perwakilannya secara rutin untuk melakukan penelitian (surveillance) pada setiap negara anggota. Penelitian mencakup kebijakan fiskal dan moneter, tingkat suku bunga, stabilitas makroekonomi, serta kebijakan ekonomi terkait (seperti peraturan perburuhan, perdagangan, dan jaring pengaman sosial).

IMF juga menerbitkan laporan analisis sistem perekonomian global sebanyak dua kali dalam setahun (April dan Oktober), dengan tajuk World Economic Outlook. Selain itu, IMF menyampaikan laporan-laporan lain terkait stabilitas sistem keuangan dan moneter, salah satunya melalui Global Financial Stability Report.

Terkait dengan financial assistance, bantuan tersebut diberikan pada negara anggota yang mengalami masalah dalam neraca perdagangan, utang yang menjelang jatuh tempo, atau sedang mengalami krisis domestik; namun demikian, IMF menerapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh negara penerima bantuan.

Syarat-syarat tersebut tertuang dalam pakta kesepakatan yang dikenal dengan istilah ‘letter of intent’. Dalam praktiknya, persyaratan ini sering menjadi pokok perdebatan karena adanya keharusan untuk mengakomodasi kebijakan IMF, sehingga memunculkan kesan bahwa IMF mencampuri urusan rumah tangga negara debitur.

Sedangkan bantuan teknis pada dasarnya adalah jasa konsultasi dan pelatihan yang dilakukan oleh para ahli, dalam rangka menjaga/meningkatkan stabilitas makroekonomi.

Dalam pelaksanaan kinerjanya, terdapat banyak kritik yang ditujukan pada IMF, diantaranya:
  • kebijakan yang diterapkan IMF cenderung kurang memberi kesempatan, terutama bagi anggota-anggota yang berasal dari negara berkembang; maka tidak mengherankan jika anggota-anggota tersebut sering meminta hak suara yang lebih besar, sehingga bisa turut aktif dalam pengambilan keputusan.
  • meski IMF menegaskan program yang dilakukan sepenuhnya berbasiskan pada faktor ekonomi; tetapi dalam praktiknya, tak jarang IMF terkooptasi oleh kepentingan politik, terutama dari negara-negara maju.

Bahkan Stiglitz (salah satu pemenang Nobel Ekonomi) menyebut bahwa syarat-syarat yang diwajibkan oleh IMF dengan mudah bertransformasi menjadi alat politik yang merugikan negara-negara berkembang.

Salah satu catatan penting yang menggambarkan kinerja IMF adalah ketika terjadi krisis ekonomi di 1997-1998 yang menerjang wilayah Asia, termasuk Korea Selatan, Malaysia, Thailand, dan Indonesia.

Dua negara bertetangga, Malaysia dan Indonesia berbeda pandangan mengenai bantuan IMF. Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahathir Mohammad, memilih untuk menolak bantuan dari IMF meski tetap mempertimbangkan saran-saran yang direkomendasikan IMF.

Malaysia memilih mengembangkan strategi sendiri dalam mengatasi krisis. Pada pertengahan 1998, disusunlah strategi dalam the National Economic Recovery Plan, antara lain dengan melonggarkan kebijakan moneter dan menurunkan tingkat suku bunga secara bertahap.

Terbukti, Malaysia berhasil melakukan recovery ekonomi dalam waktu yang relatif cepat (Hui Lim and Khoon Goh. How Malaysia Weathered The Financial Crisis: Policies and Possible Lessons, 2012).

Disisi lain, pemerintah Indonesia dibawah presiden Soeharto memilih untuk menandatangani letter of intent, alias kontrak kerjasama dengan IMF, yang dikemudian hari terbukti semakin memperdalam krisis.

Akibatnya, mata uang rupiah terdepresiasi hingga lebih dari 400%. Tercatat pada awal 1997’an nilai tukar rupiah ada dikisaran Rp 2,000-2,300/US$, melorot hingga lebih dari Rp 10,500 hanya dalam waktu satu tahun.

Hal ini kemudian menjadi salah satu penyebab jatuhnya pemerintahan Soeharto.

Artikel terkait krisis ini bisa dibaca dalam Mengenang Kembali Krisis Ekonomi Asia 1997-1998.

Demikian uraian tentang sejarah terbentuknya IMF beserta misi dan kontroversi kinerjanya. **



ARTIKEL TERKAIT :
Melihat Sejarah Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement) dan Relevansinya di Dunia Modern
Pemahaman tentang Official Development Assistance (ODA)
Sekilas tentang the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
Sejarah Terbentuknya Blok Uni Eropa (the European Union)

1 komentar: