Hakikat Pembangunan Manusia (Human Development)

Di era modern saat ini, konsep pembangunan manusia (human development) telah mengalami pergeseran makna. Jika dua-tiga dekade lalu, pembangunan manusia diukur hanya berdasarkan mata pencaharian yang dimiliki individu sebagai simbol kekayaan dan kesejahteraan ekonomi, maka sekarang ini konsep tersebut telah berkembang seiring perkembangan waktu. Dalam tulisan ini kita akan mempelajari hakikat dan dimensi pembangunan manusia.

Hakikat Pembangunan Manusia (Human Development)
The United Nations Development Programme (UNDP) menyatakan bahwa dimensi pembangunan manusia terdiri dari dua aspek: pertama, peningkatan kemampuan manusia, yang terdiri dari peningkatan waktu hidup yang lebih lama dan sehat, peningkatan pengetahuan, serta peningkatan standar kehidupan yang layak.

Sedangkan yang kedua adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terjadinya pembangunan manusia. Beberapa elemen yang terkait dengan hal tersebut adalah partisipasi dalam politik dan komunitas, kondisi lingkungan dalam jangka panjang, hak dan rasa aman bagi setiap individu, serta terciptanya kesetaraan dan keadilan sosial (United Nations Development Programme. Human Development Report 2015).



Hakikat pembangunan manusia diawali dengan pemahaman tentang konsep pekerjaan. Pada dasarnya, pekerjaan memberi rasa aman secara ekonomi. Pekerjaan juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, serta kesetaraan gender. Lebih dari itu, pekerjaan juga bisa dimanifestasikan sebagai aksi kepedulian terhadap sesama dengan membangun keterikatan diantara keluarga, komunitas, dan masyarakat.

Dalam arti yang lebih luas, pekerjaan tidak lagi sekedar upaya untuk meningkatkan kekayaan fisik/ekonomi, namun juga memperluas pengetahuan; sehingga pada akhirnya membentuk nilai budaya dan peradaban. Intinya, pekerjaan menciptakan potensi, kreativitas, dan semangat manusia.

Dari pemahaman tersebut bisa ditarik benang-merah bahwa tujuan pembangunan manusia tidaklah semata-mata untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga memberi kesempatan seluas-luasnya kepada individu dalam memenuhi hak asasi'nya, menentukan pilihan dengan bebas, mengembangkan kemampuan dan kesempatan berkarya, serta memiliki kehidupan yang kreatif dan sehat dalam jangka panjang.

Sementara untuk mengukur tingkat pembangunan manusia, diciptakanlah seperangkat instrumen yang bisa diterapkan diberbagai negara, sekaligus menjadi acuan (benchmark) dalam menilai seberapa jauh perkembangan pembangunan manusia.

Dalam hal ini, UNDP menggunakan alat ukur yang dinamakan Human Development Index (HDI) atau indeks pembangunan manusia. HDI diciptakan dengan penekanan bahwa individu dengan kapabilitasnya mesti menjadi ukuran utama pembangunan suatu negara; dengan kata lain, kemampuan/keterampilan manusia bukan semata-mata ditujukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi.

Lebih jauh, indeks pembangunan manusia merupakan ringkasan pencapaian rata-rata beberapa dimensi, yakni kehidupan yang sehat, pengetahuan yang dikuasai, serta standar kehidupan yang layak.

Dimensi kesehatan ditentukan oleh angka harapan hidup, dimensi pendidikan/pengetahuan diukur dari berapa lama individu (yang berumur 25 tahun) berada dibangku sekolah, serta tingkat kehadiran di sekolah. Sementara dimensi standar kehidupan diukur dari pendapatan nasional bruto per kapita (www.undp.org).

Meskipun begitu, alat ukur ini tidak terbebas dari kritikan. Salah satu kritik menyatakan bahwa ada elemen penting dalam konsep pembangunan yang justru tidak dimasukkan kedalam kriteria penilaian, antara lain kemiskinan, ketidakadilan, serta hak asasi manusia.

Sementara itu, terdapat referensi lain yang menggagas konsep dan indeks pembangunan manusia dari perspektif berbeda. Salah satunya dikemukakan oleh Stiglitz, Sen, dan Fitoussi, yang mengukur pembangunan manusia berdasarkan kesehatan, pendidikan, keamanan dari segi ekonomi, keseimbangan waktu, partisipasi politik dan pemerintahan, hubungan sosial, kondisi lingkungan, keamanan pribadi, dan tingkat kualitas kehidupan (Stiglitz, J.E., Sen, A., and Fitoussi, J.P. Report by the Commision on the Measurement of Economic Performance and Social Progress, 2009).

Disisi lain, dalam penelitian yang dilakukan oleh Alkire, konsep pembangunan manusia diterangkan sebagai berikut:
  1. Pembangunan manusia ditujukan untuk memperbesar kebebasan individu dalam melakukan dan menjadi sesuatu yang menurut mereka bernilai. Secara prinsip, pembangunan manusia semestinya memberdayakan manusia; atau dengan kata lain, pembangunan manusia semestinya menjadikan manusia sebagai fokus utama.
  2. Pembangunan manusia mencakup kebebasan dasar yang berkaitan dengan kehidupan manusia, dan ini berlaku untuk semua negara.
  3. Pembangunan manusia merupakan pembangunan yang dilakukan oleh manusia, berkaitan dengan manusia, dan ditujukan untuk manusia. Dengan demikian tidak mengenal apakah manusia tersebut miskin atau kaya, serta bertindak selaku orang pribadi atau sebagai anggota komunitas masyarakat. Intinya, manusia lah yang menjadi pemeran utama.
  4. Untuk mengukur tingkat pembangunan manusia ditetapkan skala prioritas tertentu, antara lain memasukkan faktor pengentasan kemiskinan, keadilan, efisiensi, partisipasi, kesinambungan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
  5. Pembangunan manusia bersifat multidimensional dan setiap komponen didalamnya memiliki keterkaitan. Oleh karenanya diperlukan sudut pandang yang menyeluruh (holistic) dalam memahaminya.
(Alkire, Sabina. Human Development: Definitions, Critiques, and Related Concepts, Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI) Working Paper No. 36, 2010).

Sebagai kesimpulan, terdapat berbagai perspektif dalam mendefinisikan pembangunan manusia, dimana di setiap perspektif tersebut terdapat karakteristik dan unsur penilaian tertentu yang disesuaikan dengan perubahan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa hakikat pembangunan manusia selalu berkembang seiring dengan berkembangnya peradaban dan pengetahuan. **

UPDATE ARTIKEL (Selasa, 26 Desember 2017):

Pada perkembangan terkini, semakin muncul kesadaran bahwa pembangunan manusia tidak semata-mata dilihat dari tingkat pendapatan. Oleh karena itu semakin banyak pula penelitian yang menggunakan pendekatan multidimensional dalam mengukur sejauh mana pembangunan manusia berjalan.

Salah satu studi mengenai pembangunan manusia tertuang dalam the Human Development Report 2016. Dalam laporan tersebut dikemukakan beberapa pokok pikiran penting yang menyatakan bahwa:
  • kepedulian satu sama lain (universalism) merupakan kunci bagi pembangunan manusia dimanapun mereka berada.
  • masih ada kelompok masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dan memiliki keterbatasan untuk mengatasi problema tersebut.
  • kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia sudah selayaknya diimplementasikan.
  • tata kelola pemerintahan yang bersih dan adil akan mendorong terciptanya pembangunan manusia secara optimal.
Lebih lanjut, laporan tersebut menggunakan indeks gabungan (composite indices) yang membentuk the Human Development Indices (HDI), terdiri dari beberapa tolok ukur, yakni the Inequality-adjusted Human Development Index (IHDI), the Gender Development Index (GDI), the Gender Inequality Index (GII), serta Multidimensional Poverty Index (MPI).

Dalam laporan itu disebutkan beberapa progress positif pembangunan manusia, antara lain:
  • Pada periode 1990-2015 populasi penduduk dunia bertambah hingga 2 miliar, dari 5.3 miliar jiwa pada 1990 menjadi 7.3 miliar juta jiwa di 2015. Dalam pada itu terdapat tak kurang dari 1 miliar penduduk mampu keluar dari level kemiskinan absolut, sementara sekitar 2.1 miliar penduduk sudah memperoleh akses pada sanitasi yang layak, dan 2.6 miliar jiwa mendapatkan akses sumber air bersih.
  • Angka kematian anak balita (dibawah usia 5 tahun) menurun dari 91 kematian per 1000 kelahiran pada 1990 menjadi 43 kematian per 1000 kelahiran di 2015. Selain itu terjadi pula penurunan penyebaran penyakit dan virus, seperti malaria, HIV, dan tuberkulosis.
  • Kesetaraan gender semakin terlihat dengan terdapatnya tak kurang dari 23% perempuan duduk sebagai anggota legislatif/parlemen, sebagai pengakuan akan posisi perempuan dalam pengambilan keputusan strategis.
  • Angka kelaparan menurun dari 15% pada periode 2000-2002 menjadi 11% di periode 2014-2016. Tingkat kemiskinan ekstrim (pendapatan dibawah US$ 1.90/hari) berkurang dari 35% di 1990 menjadi 11% pada 2013; terutama di negara-negara kawasan Asia Timur dan Pasifik, dimana terjadi penurunan dari 60.2% di 1990 menjadi 3.5% di 2013.
  • Revolusi digital banyak membantu penanganan masalah ketersediaan stok pangan dan penanggulangan masalah kesehatan, serta berperan dalam meminimalisir dampak buruk perubahan cuaca dan menjawab kebutuhan sumberdaya energi di masa mendatang.

Meskipun terdapat capaian positif seperti tersebut diatas, namun permasalahan kemiskinan, kesetaraan gender, dan tindak kekerasan masih menjadi ancaman bagi pembangunan manusia hingga hari ini. Selain itu, isu lingkungan hidup seperti perubahan cuaca, serta pemanasan global turut mempengaruhi ketersediaan stok pangan dunia dan mengancam terjadinya kelaparan secara masif.

Adapun catatan negatif dari laporan tersebut mencakup beberapa area, yakni:
  • Dalam setiap tahun, rata-rata terjadi pernikahan usia dini yang dialami tak kurang dari 15 juta perempuan berusia dibawah 18 tahun.
  • Dalam sehari, rata-rata terdapat 18 ribu penduduk yang meninggal karena terpapar dampak polusi udara. Selain itu virus HIV menginfeksi lebih dari 2 juta orang per tahun.
  • Terdapat sekitar 758 juta orang, termasuk diantaranya 114 juta anak muda, yang tidak memiliki keterampilan dasar baca-tulis.
  • Konflik politik dan etnik memaksa banyak penduduk keluar dari lingkungan tempat tinggal mereka. Hingga akhir 2015 terdapat lebih dari 65 juta penduduk diseluruh penjuru dunia yang kehilangan tempat tinggal akibat masalah tersebut. Sementara kerugian secara ekonomi ditaksir mencapai US$ 742 miliar per tahun. Selain itu terdapat ribuan korban jiwa akibat konflik yang terjadi di berbagai wilayah.
  • Bencana alam yang terjadi di banyak area mengakibatkan lebih dari 218 juta orang menjadi korban. Tercatat pada periode 1980-2012 terdapat sekitar 42 juta penduduk yang menjadi korban bencana alam, dengan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang.
  • Di setiap tahun terdapat lebih dari 24 miliar ton tanah yang hilang karena erosi, serta 12 juta hektar tanah rusak karena bencana kekeringan dan penggundulan hutan. Ini juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan satu diantara sembilan orang berada dalam fase kelaparan, dan satu diantara tiga orang mengalami malnutrisi.
  • Terdapat sebelas balita meninggal di setiap menit, sementara di setiap jam terdapat lebih dari 35 ibu kehilangan nyawa saat melahirkan.
Lebih lanjut, jika dilihat per negara, maka indeks HDI mengalami peningkatan secara signifikan. Dalam periode 1990-2015, negara yang masuk level rendah dalam indeks pembangunan manusia menurun dari 62 menjadi 41, sedangkan negara dengan indeks pembangunan manusia level tinggi meningkat dari 11 menjadi 51.

Adapun negara-negara yang masuk dalam kriteria pembangunan manusia di level sangat tinggi antara lain Norwegia, Australia, Switzerland (Swiss), Denmark, dan Singapura.

Sementara negara-negara kawasan Afrika seperti Swaziland, Liberia, Republik Demokratik Kongo, dan Zimbabwe; serta beberapa negara di wilayah Asia-Pasifik seperti Suriah, Yaman, Madagaskar, dan Papua Nugini, menjadi negara dengan indeks pembangunan manusia yang terbelakang (United Nations Development Programme. Human Development Report 2016: Human Development for Everyone).

Demikian hal-hal yang bisa kita pelajari dari perkembangan pembangunan manusia hingga saat ini. ***



ARTIKEL TERKAIT :
Persoalan Ketidaksetaraan didalam dan Antar Negara
Kesehatan, Pendidikan, dan Kesetaraan Gender dalam Sustainable Development Goals
Mengenal Arti dan Tujuan SDGs (the Sustainable Development Goals)
Pembangunan Berperspektif Kesetaraan Gender (Gender Equality)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar