Perekonomian India, dari demonetisasi hingga partisipasi perempuan dalam dunia kerja

Tulisan kali ini hendak membahas situasi perekonomian India (Republic of India), salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia, sekaligus sebagai pusat kebudayaan besar dalam peradaban sejarah.

Perekonomian India: dari demonetisasi hingga partisipasi perempuan dalam dunia kerja
Terletak di Benua Asia bagian Selatan, India merupakan negara berbentuk republik, dengan kepala negara yang dijabat oleh seorang presiden dan pemerintahan bersifat parlementer yang dipimpin oleh perdana menteri.

Negara yang beribukota di New Delhi ini memiliki luas wilayah sekitar 3.28 juta km2, meliputi area pegunungan bersalju hingga daerah hutan hujan tropis. India juga merupakan negara terbesar ke-7 di dunia. Adapun kekayaan alam yang dimiliki negara ini antara lain berupa bijih besi, bauksit, gas alam, gipsum dan pospor.



Dari luas wilayah yang ada, lebih dari 60% merupakan lahan pertanian. Hal ini menjadikan sektor agrikultur sebagai salah satu mata pencaharian utama penduduk negara tersebut.

Adapun jumlah populasi penduduk India pada 2017 diperkirakan mencapai 1.32 miliar jiwa, mencatatkan India sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar ke-2 dibawah China. Sementara rata-rata usia harapan hidup penduduk India mencapai 68.8 tahun, dengan rincian: untuk laki-laki 67.6 tahun dan perempuan 70.1 tahun.

Dengan wilayah yang begitu luas dan jumlah penduduk yang sangat besar, isu seputar kependudukan, perekonomian, dan lingkungan, menjadi persoalan penting yang dihadapi India, diantaranya masalah pencemaran udara, pemeliharaan sumberdaya energi, pengelolaan sampah, konsumsi minyak dan gas, penggundulan hutan, erosi tanah, bencana banjir, serta kekeringan (www.cia.gov. The World FactBook: India, dikutip pada Senin 05 Pebruari 2018).

Sementara the International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) India pada 2017 mencapai 6.7%, lalu meningkat menjadi 7.4% di 2018. Sedangkan total GDP India di 2017 berada dikisaran US$ 2.4 triliun, dan diperkirakan mengalami kenaikan hingga US$ 2.5 triliun pada 2018.

Adapun GDP per kapita (current-price based) India pada 2017 kurang-lebih sebesar US$ 1.85 ribu, dan diproyeksikan naik menjadi US$ 1.99 ribu di 2018 (IMF. World Economic Outlook, October 2017).

Sedangkan OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi India akan mencapai 7% di 2018, meningkat dari 6.7% di 2017, terutama didukung oleh konsumsi rumahtangga dan belanja pemerintah. Selain itu, implementasi ekonomi berbasis digital (digital economy) turut berkontribusi positif terhadap penerimaan pajak, yang dalam jangka panjang mampu mendorong pertumbuhan investasi, produktivitas dan lapangan kerja, serta mengurangi biaya modal (OECD. India: Economic Forecast Summary, November 2017).

Disisi lain, Bank Dunia mencatat pertumbuhan GDP India di 2016 mencapai 7.9%, ini merupakan peningkatan tertinggi selama 5 tahun. Capaian ini banyak disokong oleh konsumsi domestik dan investasi. Namun demikian, kebijakan demonetisasi (demonetization) yang dilakukan pada akhir 2016 diperkirakan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi India pada 2017, sehingga diproyeksikan turun menjadi 7.0%. Pertumbuhan ekonomi akan mulai membaik di 2018, yakni dikisaran 7.2%.

Sebagai informasi, demonetisasi (demonetization) pada dasarnya merupakan penarikan mata uang pecahan tertentu dari pasar untuk diganti pecahan baru, baik dengan nominal yang sama atau berbeda. Dalam kondisi normal, biasanya ada jeda waktu cukup lama hingga uang pecahan yang tidak berlaku tersebut ditarik seluruhnya dari pasar. Namun dengan alasan tertentu, pemerintah India menjalankan kebijakan tersebut dalam tempo yang sangat cepat.

Dalam kasus ini, pemerintah India melakukan demonetisasi atas uang pecahan Rs. 500 dan Rs. 1,000 pada 8 Nopember 2016. Adapun tujuan kebijakan tersebut antara lain:
  • mencegah dan mengatasi tindak pelanggaran pajak (tax evasion). Sebagai catatan, terdapat uang beredar sekitar Rs. 3-7 triliun atau lebih dari 2% GDP India, yang terindikasi sebagai black money.
  • memerangi tindak kejahatan korupsi, money-laundering, pendanaan terorisme, pemalsuan uang, serta aktivitas shadow economy lainnya. Untuk diketahui, laporan Transparency International menempatkan India di peringkat ke-79 dari 176 negara, dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Capaian ini bahkan turun tiga tingkat dari raihan tahun sebelumnya (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2016).
  • mempromosikan digitalisasi dibidang ekonomi.

Diterapkannya kebijakan tersebut mengakibatkan sekitar 86% total uang beredar atau setara Rs. 17.7 triliun menjadi tidak berlaku; konsekuensinya, dalam jangka pendek terjadi shock dan rush akibat banyaknya pemegang uang tunai yang menukarkan uang pecahan tersebut di bank.

Akan tetapi, studi menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan demonetisasi membawa dampak positif, diantaranya peningkatan kepatuhan pajak, peningkatan transaksi non-tunai (cashless transaction), hingga pesatnya perkembangan digital economy di India (Ministry of Finance, Government of India. Demonetisation Modul 13.1: Contemporary Themes in India’s Economic Development and Economic Surveys, June 17, 2017).

Lebih jauh, Bank Dunia mencatat rendahnya tingkat partisipasi perempuan dalam dunia kerja (Lowest Female Labor-Force Participation Rate/LFPR). Tercatat partisipasi perempuan usia 15 tahun keatas yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan hanya sekitar 27%, jauh dibawah Nepal (80%), China (64%), serta Indonesia (51%). Hal ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi India.

Bahkan untuk perempuan yang berlatar-belakang pendidikan tinggi, partisipasi di dunia kerja tergolong rendah. Sedikitnya lapangan kerja yang tersedia, serta standar upah yang tidak sesuai harapan diperkirakan menjadi penyebab rendahnya partisipasi perempuan. Padahal jika tingkat partisipasi perempuan tinggi, kemungkinan pertumbuhan ekonomi India mampu mencapai lebih dari 9% (World Bank. India Development Update: Unlocking Women’s Potential, May 2017).

Kemudian dari kemudahan mendirikan dan menjalankan usaha, India menempati peringkat ke-100 dari 190 negara yang menjadi objek studi. Hal ini merupakan lompatan besar, setelah pada tahun sebelumnya India hanya menempati posisi ke-130 (World Bank. Doing Business 2018: Reforming to create jobs).

Sementara dari daya saing perekonomian, India menempati urutan ke-40 dari 137 negara dalam laporan the World Economic Forum. Capaian ini menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya (World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2017-2018).

Demikian beberapa uraian terkait kondisi perekonomian India. **



ARTIKEL TERKAIT :
Memahami Teori Pertumbuhan Populasi Thomas Robert Malthus
Upaya China Mengatasi Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan Populasi Penduduk Dunia beserta Permasalahannya
Kesehatan, Pendidikan, dan Kesetaraan Gender dalam Sustainable Development Goals

Tidak ada komentar:

Posting Komentar