Melihat Progress Pelaksanaan SDGs (the Sustainable Development Goals)

Sejak agenda the Sustainable Development Goals (SDGs) dicanangkan pada 25 September 2015, banyak negara berupaya mencapai sasaran yang ditargetkan.

Melihat Progress Pelaksanaan Agenda the Sustainable Development Goals (SDGs)
Lantas, bagaimana progress pelaksanaan agenda SDGs?

Dalam tulisan ini kita akan melihat perkembangannya.

Dalam laporannya, PBB mencatat berbagai pencapaian positif beserta tantangan dalam mewujudkan cita-cita SDGs.

Beberapa pokok pikiran tersebut terangkum sebagai berikut.

Untuk masalah pemberantasan kemiskinan, terdapat 767 juta manusia (11%) berada dalam kemiskinan ekstrim (penghasilan dibawah US$ 1.90 per hari) pada 2013, turun dari 1999 yang mencapai 1.7 miliar jiwa (28%)..



Dalam usaha pengentasan kelaparan, terjadi penurunan penduduk yang menderita kurang gizi dari 15% di 2000-2002 menjadi 11% pada 2014-2016.

Terdapat 793 juta penduduk menderita kurang gizi pada 2014-2016, turun dari 930 juta jiwa di 2000-2002. Adapun kejadian malnutrisi terparah berada di Asia dan Sub-Sahara Afrika yang mencapai 63% populasi.

Terkait kesehatan, pada 2000-2012, kematian ibu melahirkan turun 37% dan kematian anak balita berkurang 44%, tetapi masih ada 303,000 perempuan meninggal selama hamil atau saat melahirkan dan 5.9 juta anak balita meninggal pada 2015.Kasus tersebut diatas terutama disebabkan oleh faktor yang sebenarnya bisa dicegah.

Insiden HIV turun hingga 17% dan malaria 41%. Sementara pada 2013, sekitar 1.25 juta orang meninggal karena kecelakaan lalu-lintas, meningkat 13% sejak 2000.

Mengenai pendidikan, terdapat 2 dari 3 anak yang berkesempatan mengenyam pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah dasar pada 2014. Akan tetapi, di negara miskin perbandingan tersebut hanya 4 diantara 10 anak.

Dalam hal kesetaraan gender, kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi persoalan yang sulit untuk diatasi. Sementara pada 2000, 1 dari 3 perempuan sudah menikah sebelum usia 18 tahun.

Selain itu, mutilasi organ kelamin perempuan terjadi di 30 negara pada 2015, sebesar 35% dari jumlah gadis berusia 15-19 tahun.

Pada isu ketersediaan sumber air bersih dan energi, di 2015 ada 5.2 miliar manusia (71% populasi) sudah mendapatkan akses air bersih, sementara 2 miliar lainnya hidup dengan keterbatasan sarana air bersih.

Di 2014 ada 85.3% penduduk dunia yang mendapatkan akses listrik, namun sekitar 1.06 miliar lainnya tidak terjangkau fasilitas listrik.

Untuk masalah pertumbuhan ekonomi, rata-rata pertumbuhan GDP per kapita setiap tahun meningkat dari 0.9% pada 2005-2009, menjadi 1.6% di 2010-2015. Sementara tingkat pengangguran menurun dari 6.1% di 2010 menjadi 5.7% pada 2016.

Dari infrastruktur, industrialisasi, dan inovasi, industri transportasi udara berkontribusi sekitar US$ 2.7 triliun (3.5% GDP global), di 2015. Total investasi pada research and development (R&D) meningkat rata-rata 4.5% per tahun di 2000-2014.

Dalam hal kesetaraan antar negara, terjadi peningkatan pendapatan nasional di negara miskin. Ini mengindikasikan adanya perbaikan taraf hidup, sekaligus penurunan ketimpangan pendapatan dengan negara maju.

Mengenai kelayakan hunian, hampir 4 miliar penduduk tinggal di kota pada 2015. Dari jumlah tersebut, 9 dari 10 orang menghirup udara yang tercemar dan berbahaya bagi kesehatan.

Dalam isu lingkungan, angka kematian akibat bencana alam mengalami peningkatan. Tercatat lebih dari 1.6 juta orang kehilangan nyawa pada periode 1990-2015, sedangkan kerugian ekonomi akibat bencana alam mencapai US$ 250-300 miliar setiap tahunnya.

Namun demikian, sudah banyak negara yang menerapkan strategi pencegahan dan penanggulangan bencana alam (disaster management system).

Sementara keberadaan lahan hutan menyusut dari 31.6% di 1990 menjadi 30.6% di 2015 (United Nations, The Sustainable Development Goals Report 2017).

Penelitian lain menggunakan indeks SDG untuk mengidentifikasi skala prioritas dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan SDGs.

Dari studi terhadap 157 negara, terlihat bahwa sebagian besar negara mampu menghasilkan progress positif pada bidang sosio-ekonomi, seperti kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, pembangunan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan isu lingkungan menjadi tantangan yang secara umum masih dihadapi oleh banyak negara.

Adapun negara-negara yang sudah melaksanakan agenda SDGs dengan baik diantaranya Swedia, Denmark, Finlandia, dan Norwegia. 

Sementara Madagaskar, Liberia, Republik Demokratik Kongo, Chad, dan Republik Afrika Tengah menjadi kelompok negara dengan sedikit pencapaian.

Untuk kelompok negara anggota OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development), seperti Australia, Kanada, Belgia, Jerman, dan Yunani, tantangan terbesar yang dihadapi adalah persoalan produksi dan konsumsi jangka panjang, serta tantangan perubahan iklim.

Sementara untuk penanggulangan kemiskinan sudah memberikan hasil yang signifikan.

Negara-negara di kawasan Asia Selatan dan Timur, seperti Indonesia, China, India, Sri Lanka, dan Bhutan menghadapi banyak tantangan terkait masalah kemiskinan, kesehatan dan standar kehidupan layak, ketersediaan infrastruktur, serta institusi yang kuat dan bersih.

Sementara negara-negara di wilayah Asia Tengah dan Eropa Timur, seperti Afghanistan, Albania, Kroasia, Siprus, dan Bulgaria, sebagian besar mampu mengatasi masalah kemiskinan; namun untuk standar kelayakan hidup dan kesehatan, serta tersedianya institusi yang kuat belum terlaksana dengan baik.

Sedangkan negara-negara di kawasan Amerika Selatan dan Karibia, seperti Argentina, Bolivia, Brazil, Haiti, dan Jamaika, masih menghadapi tantangan besar dalam masalah ketimpangan pendapatan, standar hidup layak dan kesehatan, infrastruktur yang memadai, serta institusi yang mendukung tata kelola pemerintahan yang bersih.

Negara-negara di wilayah Timur-Tengah dan Afrika Utara, seperti Kuwait, Irak, Mesir, Qatar, dan Arab Saudi utamanya menghadapi persoalan kesetaraan gender, ketersediaan air bersih, penanganan kelaparan, serta isu perdamaian.

Negara negara Sub-Sahara Afrika, seperti Angola, Burundi, Kamerun, Ghana, dan Kenya merupakan kelompok negara yang paling tertinggal dalam pelaksanaan agenda SDGs, baik dilihat dari masalah kemiskinan, pemberantasan kelaparan, standar kehidupan yang layak dan kesehatan, kualitas pendidikan, kesetaraan gender, serta masalah besar lainnya.

Data-data diatas menegaskan bahwa:
  • setiap negara menghadapi tantangan dalam mencapai agenda SDGs, sekalipun negara maju dan kaya. 
  • karena negara-negara miskin banyak tertinggal dalam pencapaian SDGs, maka bantuan internasional, misalnya berupa Foreign Direct Investment (FDI), kerjasama internasional dalam upaya penanggulangan pelanggaran pajak (tax evasion) dan sharing teknologi, permodalan untuk pembangunan infrastruktur, serta skema Official Development Assistance (ODA), sangat dibutuhkan.
  • sangat penting untuk memperhatikan adanya spillover atau eksternalitas, misalnya dalam isu lingkungan, yakni ketika polusi udara di satu negara telah melewati area perbatasan dengan negara tetangga; atau maraknya kejahatan trans-nasional, seperti money laundering serta penyelundupan yang melewati batas wilayah suatu negara.
  • setiap negara diharapkan menggunakan standar yang sesuai dengan karakteristik negara tersebut dalam upaya mencapai tujuan SDGs.
  • diperlukan kerjasama internasional dalam melacak sejauh mana pencapaian agenda SDGs di tiap negara.
(Bertelsmann Stiftung and Sustainable Development Solutions Network. SDG Index and Dashboards Report 2017, Global Responsibilities: International spillovers in achieving the goals).

Demikian progress terkini terkait pelaksanaan agenda SDGs. **

UPDATE ARTIKEL (Selasa, 18 Desember 2018):

Terdapat perkembangan signifikan atas pelaksanaan agenda SDGs hingga akhir 2018, menurut studi PBB. Berikut beberapa diantaranya:

Tujuan Ke-1:
  • sekitar 45% populasi global menerima setidaknya satu jenis perlindungan (jaminan) sosial.
  • terdapat 11% (783 juta) populasi hidup dalam kemiskinan ekstrim, turun dari kondisi di 2013.
  • kerugian ekonomi akibat bencana di 2017 berada dikisaran US$ 300 miliar.

Tujuan ke-2:
  • jumlah penduduk kurang gizi meningkat dari 10.6% (777 juta) di 2015, menjadi 11.0% (815 juta) di 2016.
  • di 2017, balita yang mengalami stunting (masalah tinggi badan) berjumlah 151 juta, sementara 51 juta lainnya mengalami wasting (berat badan lebih rendah/tidak proporsional dengan tinggi badan), dan 38 juta mengalami overweight (kelebihan berat badan).
  • bantuan untuk sektor pertanian di negara berkembang mencapai US$ 12.5 miliar di 2016.
  • ada 26 negara yang mengalami kenaikan harga barang secara umum, sehingga berpengaruh negatif pada ketahanan pangan.

Tujuan ke-3:
  • rasio kematian ibu turun 37% sejak 2000; namun di 2015, terdapat 303,000 perempuan meninggal akibat komplikasi saat hamil atau melahirkan.
  • pada 2012-2017, sekitar 80% kelahiran mendapatkan bantuan dari tenaga kesehatan terlatih, meningkat 18% dari periode 2000-2005.
  • di 2000-2016, tingkat kematian balita turun 47% (dari 9.9 juta menjadi 5.6 juta), sementara kematian bayi baru lahir turun 39%.
  • di 2018, terjadi 44 angka kelahiran dari 1,000 remaja perempuan usia 15 – 19 tahun, tuun dari kejadian di 2000 (56 angka kelahiran).
  • pada 2005-2006, kejadian HIV turun dari 0.40 menjadi 0.26 per 1,000 penduduk tak terinfeksi.
  • pada 2016, terjadi kasus malaria sebanyak 216 juta, meningkat dari kejadian di 2013 (210 juta).
  • ada 140 kasus TBC baru per 100,000 penduduk di 2016, dibandingkan 173 kasus di 2000.
  • kejadian hepatitis B pada balita turun dari 4.7% (sebelum adanya vaksin), menjadi 1.3% di 2015.
  • air minum tak aman dan sanitasi tak layak menjadi penyebab kematian sekitar 870 ribu penduduk di 2016; terutama disebabkan oleh diare, malnutrisi, dan infeksi cacing usus (intestinal nematode).
  • di 2016, 32 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, atau penyakit pernapasan.
  • polusi (rumahtangga dan luar ruangan) memicu kematian 7 juta jiwa pada 2016.
  • bantuan ODA untuk kesehatan dasar meningkat 41% sejak 2010, atau mencapai US$ 9.4 miliar di 2016.

Tujuan ke-4:
  • tingkat partisipasi anak usia dini dan usia pendidikan dasar sekitar 70% di 2016, naik dari 63% di 2010.
  • sekitar 85% guru sekolah dasar berstatus terampil, namun di Asia Selatan hanya 71%, dan 61% di Sub-Sahara Afrika.
  • di 2016, hanya 34% sekolah di negara belum berkembang yang memiliki fasilitas listrik, dan kurang dari 40% yang dilengkapi dengan fasilitas cuci-tangan.

Tujuan ke-5:
  • penelitian pada 56 negara di 2015-2016 menyebutkan jika 20% remaja perempuan usia 15-19 tahun yang pernah melakukan aktivitas seksual, mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual yang dilakukan oleh pasangannya.
  • di 2017, sekitar 21% perempuan usia 20-24 tahun dilaporkan telah menikah atau hidup bersama sebelum usia 18 tahun; artinya sekitar 650 juta perempuan menjalani perkawinan dini.
  • pada 2017, data di 30 negara menyebutkan 1 dari 3 perempuan usia 15-19 tahun mengalami mutilasi organ seksual.
  • perempuan yang berkarir di parlemen meningkat dari 19% di 2010, menjadi 23% di 2018.

Tujuan ke-6:
  • di 2015, 29% populasi tidak memperoleh air minum layak dan 61% lainya hidup tanpa sanitasi layak.
  • di 22 negara (terutama Afrika Utara, Asia Barat, dan Asia Selatan), tingkat kekurangan air (water stress) tercatat lebih dari 70%; ini mengindikasikan munculnya ancaman kelangkaan air.

Tujuan ke-7:
  • antara 2000-2016, populasi yang memperoleh akses listrik naik dari 78% menjadi 87%; artinya kurang dari 1 miliar penduduk yang hidup tanpa akses listrik.
  • di 2016, sekitar 41% populasi (3 miliar) masih memasak menggunakan bahan bakar yang menimbulkan polusi.
  • konsumsi sumber energi terbarukan meningkat dari 17.3% di 2014, menjadi 17.5% di 2015.

Tujuan ke-8:
  • di 2016, GDP riil per kapita tumbuh 1.3%, turun dari rata-rata pertumbuhan di 2010-2016 yang mencapai 1.75%.
  • produktivitas tenaga kerja tumbuh sekitar 2.1% di 2017, tertinggi sejak 2010.
  • pada 2016, terdapat 61% tenaga kerja yang bekerja di sektor informal.
  • tingkat pengangguran global mencapai 5.6% di 2017, turun dari 6.4% di 2000.

Tujuan ke-9:
  • sumbangan sektor manufaktur ke GDP naik dari 15.2% di 2005, menjadi 16.3% di 2017, terutama di Asia.
  • di 2015, manufaktur dengan teknologi menengah dan tinggi berkontribusi sekitar 44.7% dari nilai tambah sektor manufaktur.
  • di 2016, populasi yang menerima jaringan telekomunikasi 3G mencapai 84%, dengan 61% diantaranya berada di negara belum berkembang.

Tujuan ke-10:
  • antara 2010-2016, penghasilan orang miskin (dari 40% populasi dilapisan terbawah) tumbuh lebih cepat daripada rata-rata seluruh populasi di 60 negara.
  • terdapat lebih dari 64.4% produk ekspor dihasilkan di negara belum berkembang.

Tujuan ke-11:
  • antara 2000-2014, persentase penduduk yang tinggal di daerah kumuh perkotaan turun dari 28.4% menjadi 22.8%; namun jumlahnya justru meningkat dari 807 juta menjadi 883 juta jiwa.
  • di 2016, 91% penduduk kota menghirup udara kotor (tidak memenuhi ketentuan WHO), lebih dari 50% terpapar polusi udara, dan sekitar 4.2 juta penduduk meninggal akibat dampak polusi udara.
  • sejak 1990-2013, hampir 90% kematian terjadi akibat bencana alam di negara miskin dan berkembang.

Tujuan ke-12:
  • hingga 2018, terdapat 108 negara yang memiliki kebijakan terkait konsumsi dan produksi yang berkesinambungan.
  • sekitar 93% dari 250 perusahaan besar telah menyajikan laporan untuk jangka panjang.

Tujuan ke-13:
  • terdapat 167 negara dan Komisi Eropa yang meratifikasi Kesepakatan Paris (Paris Agreement), dan berkontribusi pada Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (the United Nations Framework Convention on Climate Change).
  • ada 10 negara berkembang telah mengadaptasi kebijakan sebagai tanggapan atas perubahan iklim.

Tujuan ke-14:
  • persediaan ikan mengalami penurunan dari 90% di 1974 menjadi 69% di 2013.
  • sampai dengan Januari 2018, sekitar 16% (22 juta km2) perairan (marine water) berada dalam yurisdiksi negara.

Tujuan ke-15:
  • area hutan terus menyusut dari 4.1 miliar hektar di 2000 menjadi 4 miliar hektar di 2015.
  • sekitar 20% permukaan bumi yang terlindung oleh tumbuhan mengalami penurunan produktivitas dari 1999-2013, mengancam kehidupan miliaran penduduk.
  • di 2016, bantuan ODA untuk biodiversity senilai US$ 7 miliar, turun 21% dari 2015.

Tujuan ke-16:
  • 8 dari 10 anak-anak menjadi objek kekerasan domestik di 81 negara, selama 2005-2017.
  • terdapat 570 kasus perdagangan manusia antara 2012-2014, terjadi baik di negara kaya maupun negara miskin.
  • di 2014, korban perdagangan manusia merupakan perempuan dewasa dan remaja (71%) dan sekitar 28% adalah anak-anak.
  • 1 dari 5 perusahaan menerima permintaan untuk suap, saat berhubungan dengan transaksi yang berkaitan dengan peraturan atau keperluan usaha.
  • 73% balita telah menerima sertifikat kelahiran, namun di Sub-Sahara Afrika kurang dari 46%.
  • setidaknya 1,019 aktivis hak asasi manusia dan jurnalis dibunuh di 61 negara sejak 2015.
  • hukum dan kebijakan terkait kebebasan informasi telah diadopsi oleh 116 negara.

Tujuan ke-17:
  • di 2017, bantuan ODA tercatat sebesar US$ 146.6 miliar, turun 0.6% dari 2016, sementara besarnya ODA dari negara donor hanya sebesar 0.31% GNI (Gross National Income).
  • total ODA untuk rencana pembangunan sebesar US$ 20.4 miliar di 2016, setara 18% total bantuan yang dialokasikan per sektor.
  • di 2017, terdapat 102 negara yang mengimplementasikan rencana stastistik nasional (national statistical plan). Ini merupakan rencana strategis nasional, terkait koordinasi dan regulasi, dengan mengoptimalkan informasi statistik.
  • di 2015, negara berkembang menerima dana bantuan sebesar US$ 541 juta (baik secara bilateral maupun multilateral).
(United Nations. The Sustainable Development Goals Report 2018, 2018).

Demikian perkembangan pelaksanaan agenda SDGs sampai dengan 2018. Kita akan terus memantau perkembangan berikutnya. ***



ARTIKEL TERKAIT :
SDGs: Perdamaian, Keadilan, dan Kerjasama Global untuk Pembangunan Jangka Panjang
SDGs: isu perubahan iklim, sumberdaya kelautan, dan ekosistem bumi
SDGs: Ketidaksetaraan didalam dan antar Negara, Masalah Perkotaan dan Hunian Layak, serta Pola Konsumsi dan Produksi
Sumberdaya Air, Energi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Infrastruktur pada Sustainable Development Goals

Tidak ada komentar:

Posting Komentar